OKTANA.ID, Malang- Wahyudi, sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Malang, menilai permintaan kades dalam revisi satu masa jabatan menjadi 9 tahun terlalu panjang. Wahyudi melihat bahwa yang terpenting ialah sinkronisasi program kerja antara kades lama dengan kades baru bila ada pilkades. Hal ini yang semestinya diperbaiki dalam rencana pembangunan desa jangka pendek, menengah, maupun panjang.
“Koherensi pembangunan dalam rencana pembangunan desa itu kan yang mestinya dipikirkan. Sehingga, selalu ada keterkaitan program pembangunan desa dari waktu ke waktu,” terang Wahyudi.
Tak hanya itu, Wahyudi juga menyorot tentang perpanjangan masa jabatan itu akan tidak sehat. Karena, sirkulasi elit di desa akan berjalan terlalu lama. Apalagi, tiap masa ada banyak perubahan global. Bila terlalu lama, imbuh Wahyudi, dikhawatirkan akan memperlambat sirkulasi elit politik di desa.
“Terobosan dan inovasi di desa dari generasi selanjutnya harus dijaga. Bahkan kalau dua periode saja itu sudah bagus, 1 periode 6 tahun lebih bijak, yang penting ada keberlanjutan pembangunan di desa,” kata Wahyudi.
Sirkulasi elit ini, dinilai Wahyudi harus bisa berjalan dengan lancar untuk memberikan kesempatan untuk orang lain. Sehingga, tidak melanggengkan budaya patronase terhadap orang tertentu.
“Jangan terlalu panjang, bagi yang ambisius pasti senang. Namun, perlu dipikirkan generasi selanjutnya, agar terjadi sirkulasi elit di desa. Biar tidak dari elit ke elit itu lagi, kalau bisa ada sumber daya baru yang bisa memberi perubahan. Memang demokrasi Indonesia, dalam sirkulasi kepemimpinannya sering terpasung budaya patronase,” tegas Wahyudi.
Artinya, demokrasi tidak berjalan hanya seperti perpindahan jabatan dari anggota ke anggota keluarga saja.
“Sekarang bapaknya, periode ke depan ganti anaknya, begitu terus fenomenanya,” pungkas Wahyudi. (Ca/Dwo)