OKTANA.ID, Jakarta- Presiden Joko Widodo lagi-lagi menjadi sorotan. Usai pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri dalam acara HUT PDIP ke-50 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Dalam pidatonya, Megawati menyebut bahwa Jokowi bisa menjadi seorang Presiden Republik Indonesia karena PDIP mengusungnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 lalu.
“Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan ya kasian dah. Lho, legal formal lho. Mereka jadi presiden enggak ada gini, legal formal, ikutan aturan mainnya,” ujar Megawati Selasa (10/1/2023).
Tepat 5 tahun yang lalu, pada Januari 2018, Megawati menyebut sebagai petugas partai. Megawati menyebut bahwa aturan itu merupakan konstitusi partai yang bersumber dari agenda kongres partai.
“Ketika saya jadikan Pak Jokowi, orang kan nggak mau tau, sepertinya pak Jokowi itu jadi oleh siapa, mereka dan lain sebagainya, Lupa. Saya punya tandatangannya Pak Jokowi, dia adalah petugas partai. Tandatangan itu untuk Ketua Umum PDI Perjuangan, tapi kan tidak pernah saya beber-beber. Hanya supaya suatu waktu kalau yang namanya pembullyan pada saya itu sudah keliwatan baru akan saya katakana, ini adalah konstitusi partai. Sampai tingkat presiden yang datang dari kita itu adalah petugas partai. Itu bukan saya yang membuat. Itu adalah kongres partai kita. Institusi tertinggi partai kita,” ungkap Megawati, 7 Januari 2018 silam dikutip dari detikflash.
Presiden RI ke-5 ini menambahkan jika dirinya menyebut kadernya yang menjabat di jabatan negara sebagai petugas partai bukan karena sikap sombong.Menurutnya hal tersebut karena memang adanya aturan partai.
“Jadi kalau saya menyebut kalian adalah petugas partai, bukan karena kesombongan saya. Itu adalah perintah partai. Jangan nanti ada kok saya dipanggil petugas partai, petugas partai. Begitulah memang bunyinya,” kata dia.
Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam, statmen Megawati dalam HUT PDIP ke-50 itu merupakan sebuah peringatan untuk Jokowi. Ia mengartikan Megawati menunjukkan bahwa kekuatan politiknya lebih besar dibanding Presiden Jokowi.
“Megawati ingin menunjukkan bahwa dirinya punya kekuatan politik lebih besar dibanding Jokowi. Di saat yang sama, statemen Mega itu juga bermakna peringatan agar Jokowi tidak lupa pada jasa dirinya yang akhirnya memutuskan untuk mencapreskan Jokowi,” pungkas Khoirul dikutip dari wartaekonomi.co.id.