OKTANA.ID, Jakarta- Banyaknya kejadian bencana alam di Indonesia tersebut menjadi catatan penting bagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Pada akhir Desember 2022 lalu, BMKG telah membuat prediksi cuaca memasuki 2023. BMKG memprediksi curah hujan pada 2023 akan lebih rendah dibanding 3 tahun terakhir.
Hal tersebut adanya gejala melemahnya fenomena La Nina yang membuat curah hujan awal tahun depan relatif lebih kering.
“Tapi sekarang diprediksi La Nina ini menjadi netral di sekitar bulan Maret-April 2023. Menurut analisis pakar klimatologi BMKG dengan melemahnya La Nina, berarti curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2022,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan resminya, 29 Desember 2022.
Dwikorita menjelaskan turunnya intensitas curah hujan juga harus diwaspadai dengan adanya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sewaktu-waktu bisa terjadi di Indonesia.
“Kesimpulannya curah hujan secara umum relatif lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Ini berdampak mulai Mei-April (2023) itu relatif lebih kering daripada selama 3 tahun terakhir, sehingga potensi karhutla itu mulai meningkat,” ujar Dwikorita.
Sehingga, pihaknya melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memetakan titik potensi terjadinya karhutla. Dwikorita memperkirakan pada Mei 2023 mendatang mulai adanya zona cokelat yang artinya curah hujannya rendah. Dan mengakibatkan kekeringan sehingga bisa mengarah kebakaran hutan. Tak hanya itu, Dwikorita mengingatkan masyarakat untuk waspada menghadapi musim kemarau 2023 yang diprediksi seperti tahun 2019 silam.
Lebih detail, Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari menjelaskan perkiraan ini mengacu data cuaca selama tiga tahun terakhir di Indonesia. Menurutnya, Indonesia mengalami peningkatan curah hujan akibat La Nina dan hanya selama tiga tahun berturu-turut.
“Tahun depan diprediksi tidak basah, kenapa pertama dari statistik selama 70 tahun terakhir belum pernah terjadi kejadian La Nina 4 tahun berturut turut. Maksimal 3 tahun, ini sudah tahun ketiga sehingga peluang kecil terjadi La Nina tahun depan,” jelas Supari dilansir dari suara.com 13 Desember 2022.
Dampak dari fenomena ini adalah meningkatnya potensi karhutla. Supari memprediksi potensi dan luasan karhutla bisa lebih besar dibanding 2020 dang 2021. Ini karena cuaca cenderung kering dan panas.
Ia mencontohkan karhutla saat kondisi netral, La Nina dan El Nino pada 2016-2019. Saat itu tercatat karhutla di Sumatera mencapai 1.000 titik. Sementara di Kalimantan mencapai 2.300 titik.
Melihat kondisi tersebut, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono Prawiraatmaja membenarkan prediksi tentang potensi karhutla pada 2023. Ia mengamini permodelan yang dilakukan oleh BMKG atas potensi El Nino.
Oleh karena itu, Hartono melakukan antisipasi terjadinya karhutla adalah di dua provinsi, yakni Riau dan Kalimantan Barat. Menurutnya, kedua provinsi tersebut seringkali terjadi anomali cuaca. Saat wilayah lain terjadi hujan, kedua provinsi ini justru bercuaca kering.
“Anomali di dua provinsi ini sudah berulang kali terjadi, berujung kebakaran. Itulah mengapa lalu Presiden memerintahkan kepada kita, pemerintah provinsi dan masyarakat untuk menambah restorasi lahan gambut hingga 2024 seluas 1 juta hektar,” pungkasnya.