Oktana.id- Sinyal reshuffle kabinet Indonesia Maju semakin menguat. Adanya wacana tersebut mencuat saat Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) pada Oktober 2022 lalu.
Melihat perkembangan sinyal reshuffle itu, Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam menilai wacana tersebut lebih kuat sarat politis. Arif tak melihat adanya kondisi krusial kinerja para menteri dalam wacana reshuffle ini.
“Pertimbangan politik inilah yang menjadi faktor kenapa Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Kita tahu NasDem telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres,” kata Arif.
Indikasi yang muncul selama ini seolah bahwa Jokowi tak memberikan restu terhadap keputusan Partai Nasdem yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres nanti.
“Jokowi akan mengalkulasi ulang komposisi kabinetnya. Atas dasar pertimbangan politik ini. Reshuffle ini terkait oleh Pilpres 2024. Lebih tepatnya untuk peta politik di 2024,” imbuh Arif.
Akan tetapi, andil Partai Nasdem dalam mengusung Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu dinilai telah total. Dari totalitas Partai Nasdem itu, pada periode pertama pemerintahan Jokowi, kader Nasdem penah menduduki sebagai Menkopolhukam, Menteri Perdagangan, Menteri ATR/ Kepala BPN, Menteri LHK, dan Jaksa Agung, meskipun berakhir dengan menyisakan dua pos menteri di perdagangan dan LHK.
Untuk periode kedua, Arif menyebut ada tiga kursi menteri untuk kader partai besutan Surya Paloh tersebut. Yakni, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, Menteri Pertaian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar.
Citra Politik Jokowi dari Kekuatan Media
Arif menerangkan ada faktor yang mempengaruhi karier politik Jokowi. Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Nasdem, memiliki media besar di Indonesia yang dapat mendongkrak citra Jokowi. Dengan adanya sinyal reshuffle ini, peran media kemungkinan bisa digantikan dengan masuknya Perindo yang dipimpin Harry Tanoesodibyo selaku pemilik MNC Group.
“Artinya kalau NasDem dilihat kekuatannya, misal media, ketika melihat kader Perindo, ada tukar tambah kekuatan. Ada kekuatan yang simbang sehingga Jokowi tidak kehilangan apapun. Ini juga memberi Jokowi kekuatan konsolidasi dukungan partai politik dalam pilpres ke depan,” pungkas Arif.