OKTANA.ID, Jakarta– Bersekolah di luar negeri memang impian bagi sebagian orang untuk memperkaya ilmu mereka. Namun, untuk bersekolah di luar negeri membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal inilah yang membuat mereka harus mendapatkan beasiswa untuk membantu membiayai biaya kuliah dan juga biaya hidup di negara lain. Salah satu beasiswa yang menjadi primadona adalah beasiswa yang disediakan oleh pemerintah Indonesia, yaitu Lembaga Pengelola Dana Pemerintah (LPDP).
Adapun LPDP adalah program beasiswa bagi rakyat Indonesia yang menjadi satuan kerja bagi Kementerian Keuangan sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 252 Tahun 2010. Adapun program yang disediakan oleh LPDP adalah beasiswa, pendanaan riset dan pengelolaan dana (investasi) yang bertujuan untuk mempersiapkan SDM Indonesia berdaya saing global dan mendorong inovasi bagi terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan.
Baru-baru ini ramai mengenai Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang meminta 413 orang alumni penerima LPDP untuk pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studi mereka. Hal ini disampaikan oleh Sri Mulyani dalam Kuliah Umum: Ketahanan Ekonomi dalam Perspektif Lokal, Nasional, dan Global di Aula STKIP PGRI Sumenep, Jawa Timur pada Jumat (3/2), dikutip dari Antara. Pernyataan dari Sri Mulyani inilah yang menjadi pembahasan hangat di antara para netizen mengenai sistem LPDP hingga ketepatsasaranan LPDP dalam memberikan beasiswanya.
Sebagaimana yang kita ketahui, permasalahan mengenai alumni penerima LPDP yang tidak pulang ke Indonesia bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2020, Indonesia juga dikejutkan dengan kasus Veronika Koman, seorang alumni LPDP yang menolak untuk pulang ke Indonesia sekaligus menjadi aktivis Papua Merdeka di Australia. Akibatnya, Veronika diberikan sanksi berupa pengembalian seluruh dana yang telah diberikan oleh LPDP karena menyalahi kesepakatan penerimaan LPDP berupa ketentuan kembali ke Indonesia dan juga pengabdian berupa kontribusi kepada Indonesia.
Alasan Alumni LPDP Menolak Pulang ke Indonesia
Menurut Dirut LPDP, Andin Hadiyanto dilansir dari narasi, terdapat beberapa alasan mengapa para alumni penerima LPDP tidak pulang ke Indonesia, di antaranya:
- Menikah dengan warga negara asing (WNA) dan menetap disana;
- Lanjut S3 dengan izin studi lanjutan;
- Bekerja di luar negeri dengan alasan gaji yang lebih tinggi;
- Lebih memilih ganti rugi dibanding harus kembali ke Indonesia.
Adapun sanksi yang diberikan beragam, yang paling ringan adalah mendapatkan peringatan. Untuk sanksi sedang, dapat berupa penundaan pembayaran dana studi, penyesuaian pembayaran dana studi, dan/atau pengembalian pembayaran untuk komponen tertentu dari dana studi. Dan untuk sanksi beratnya dapat berupa pemberhentian sebagai penerima beasiswa tanpa pengembalian dana studi yang telah diterima, pemberhentian sebagai penerima beasiswa dengan kewajiban mengembalikan dana studi, dan pemblokiran mengikuti LPDP.
Respon Warganet Kasus LPDP
Hal tersebut membuat beberapa pertanyaan dari warganet mengenai sanksi LPDP yang dianggap terlalu ringan sehingga membuat banyak mantan awardee LPDP yang melanggar aturan, lebih memilih untuk membayar ganti rugi daripada harus kembali ke Indonesia.
Seperti yang dikatakan salah satu akun tiktok bernama @ehdig33 yang merasa adanya ketidakadilan jika para pelanggar LPDP ini harus membayar dana ganti rugi sebesar dana yang telah pemerintah keluarkan. Menurutnya, sebaiknya pemerintah harus menghitung juga potensi pendapatan negara dari beswan-beswan tersebut jika mereka kembali ke Indonesia, karena dana yang LPDP keluarkan untuk sekolah mereka harus berdampak positif terhadap negara.
“Misalkan mereka membuat lapangan pekerjaan baru ataupun mereka mengalami kenaikan pendapatan, karena kan mereka jadi lebih pintar gara-gara disekolahin negara. yang mana kenaikan pendapatan pribadi itu juga merupakan kenaikan pendapatan negara dari pajak,” ujarnya.
Namun terdapat pendapat lain yang kontra dengan adanya sanksi LPDP. Seperti yang dikatakan oleh Dessy Rosalina, salah satu penerima LPDP.
“Maaf-maaf saja, uang negara kan dari kita juga. Saya pribadi tidak merasa berhutang. Kita juga bayar pajak,” ujarnya.
Perdebatan mengenai LPDP juga meluas perihal ketepat sasaranan pemerintah dalam pemberian beasiswa LPDP yang bagi sebagian pihak merasa pendanaan beasiswa LPDP banyak didapatkan oleh orang kaya.
Seperti pendapat di salah satu video tiktok berakun @bima yang menyatakan, jika terdapat kasus pendanaan beasiswa LPDP yang mayoritas didapatkan oleh orang kaya. Karena untuk mendaftar LPDP saja dibutuhkan serangkaian tes yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, yang membuat orang yang tidak mampu sulit untuk bersaing dalam mendapatkan beasiswa LPDP. Yang menjadikan kompetisi tersebut dirasa tidak adil.
“Ya kalo orangnya ga mampu kan ya, buat tes ielts aja harus jual laptop, jual motor. Banyak tuh nemu kasus begitu. Belum lagi saingan kan. Itukan tidak menjamin dapat ielts, dapat kursi LPDP,” jelas Bima.
Namun, juga terdapat pendapat lain yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh satu video media sosial berakun @livingabroadgirl yang menyatakan bahwa tidak bisa menyalahkan perihal kemiskinan kepada pemerintah dan mengusulkan kepada para pendaftar LPDP yang tidak mampu secara finansial dalam melakukan tes persyaratan pendaftaran, untuk sebaiknya bekerja dan menabung sebelum mendaftar beasiswa LPDP.
“Kalau kamu miskin, jangan salahin pemerintah. Kurang tepat soalnya, kenapa ga salahin orang tuamu karena kamu terlahir miskin. Tapi kalo masih punya akhlak, ya kerja. Nabung gitu. Banyak kok awardee LPDP yang kerja dulu. Semua itu tentang mindset. Kalau kuliah di luar negeri itu cita-citamu, ya kejar jangan salahin keadaan,” ujarnya.
Beberapa juga berpendapat jika LPDP memang bukanlah beasiswa bagi orang miskin, karena ditujukan bagi umum yaitu untuk seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana menurut pendapat kalian? (Cha/Yu)