OKTANA.ID – Belum lama ini, berdasarkan informasi melalui akun Instagram @usefeeds, Thrifting kembali mendapat sorotan dari Kementerian Koperasi dan UMKM karena dinilai merugikan para UMKM lokal. Sebelumnya, usaha thrifting sudah mendapatkan larangan dari pemerintah khususnya oleh Kementerian Perdagangan karena dinilai bahaya untuk kesehatan. Larangan bisnis ini tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Bahkan, pada pertengahan tahun 2022 lalu Kemenag sudah membakar pakaian bekas impor yang senilai Rp 9 Milyar karena ilegal.
Seperti yang kita ketahui, barang thrifting dapat berupa pakaian, tas, hingga sepatu bekas layak pakai yang berasal dari mana saja baik lokal maupun impor dan belum jelas terkait masa penggunaannya. Meskipun masih layak pakai, seringkali barang thrifting sudah ditumbuhi jamur atau bakteri dan memiliki bekas kotoran sehingga perlu dicuci bersih sebelum digunakan. Inilah bahaya membeli barang di lapak thrifting apabila tidak teliti saat memilahnya. Beberapa jenis bakteri yang biasanya menempel pada barang bekas antara lain bakteri Stapylococcus Aureus dan bakteri Scherichia Coli atau yang biasa dikenal dengan E-Coli yang mana dapat menyebabkan penyakit kulit ekstrim.
Bisnis ini menarik perhatian masyarakat khususnya Gen Z yang sangat menyukai barang branded namun dengan harga yang terjangkau. Berbelanja barang thrifting memang menyenangkan karena selain harganya yang terjangkau, pilihan model yang akan ditemui juga sangat banyak, unik, dan jarang di pasaran sehingga banyak orang yang lebih menyukai berburu pakaian thrifting yang sangat sesuai dengan pergantian tren fashion. Akan tetapi, masyarakat tidak memperdulikan dampak negatif yang ditimbulkan dari belanja barang-barang bekas ini khususnya terkait dengan kesehatan.
Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman mengungkapkan, bahwa bisnis thrifting dapat menggangu industri garment dalam negeri karena tentunya memiliki harga yang sangat murah, brand namun bekas. Banyak usaha UMKM lokal yang semakin tersaingi dengan adanya bisnis thrifting. Apabila dibandingkan, UMKM cenderung memiliki modal yang lebih besar daripada usaha thrifting. Selain itu, pola pikir dan selera konsumsi masyarakat Indonesia yang sangat menyukai barang-barang luar negeri yang berkualitas baik namun dengan harga miring semakin mendukung pertumbuhan bisnis thrifting di tanah air. Hal ini membuat para UMKM berpikir keras agar dapat terus menarik perhatian pembeli.
Penulis: Lutfina
Editor: Srinan