OKTANA.ID, KEDIRI– Protes dari warga Mojoroto, Kota Kediri terus berjalan. Mereka menolah hasil appraisal atau penaksiran harga tanah untuk Pembangunan proyek tol Kediri-Kertosono. Protes ini dilakukan sejumlah warga karena dinilai hargatersebut terlalu murah.
Puluhan rumah di RT 36, RW 12, Kelurahan/Kecamatan Mojoroto kompak menolak harga tersebut dengan cara memasang banner penolakan harga tanah tol.
‘Kami warga RT 36/RW 12 setuju mendukung proyek tol dengan harga yang adil dan layak. Menolak ganti rugi yang rendah’.
Salah satu sumber koran ini menyebutkan, harga tanah di jalur besar itu dihargai terlalu murah. Yakni, hanya Rp 5,2 juta per meter persegi. Padahal, harga pasaran jauh di atas itu.
“Kami tidak masalah menyerahkan tanah untuk proyek negara, tapi kami meminta harga yang layak,” kata salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, ada perbedaan yang cukup jauh antara warga di Kelurahan Mojoroto dengan harga tanah di Kelurahan Semampir. Ia menyebut di Semampir per meter mencapai Rp 10 juta, sedangkan di Mojoroto hanya Rp 5,2 juta.
Sebelumnya warga sudah menggelar musyawarah terkait nilai ganti rugi atas aset mereka. Hasilnya, lebih dari 30 KK warga di RT tersebut sepakat menolak nilai yang dianggap terlalu rendah. Karenanya, mereka lantas kompak memasang banner protes beraneka warga di pagar rumahnya sejak tiga hari lalu.
Terpisah, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kediri Jany Danny Assa melalui Kasi Pengadaan Tanah dan Pengembangan BPN Kota Kediri Tutur Pamuji mengatakan, sebagian besar bidang di Kelurahan Mojoroto sudah melalui penaksiran harga atau appraisal.
“Nilainya sudah keluar. Yang hari ini (kemarin) turun kalau nggak salah gelombang ketiga,” Kata Tutur.
Hingga kini, sedikitnya ada 126 bidang tanah di Kelurahan Mojoroto yang harganya sudah ditaksir. Harga tersebut juga sudah diumumkan kepada warga terdampak.
Dikonfirmasi tentang protes warga di Kelurahan Mojoroto, Tutur menyebut tim pengadaan tanah sudah memberi kesempatan kepada warga untuk menimbang lebih dahulu.
“Menurut PP Nomor 39 tahun 2023 Pasal 85A, diundang hingga tiga kali,” lanjutnya.
Di sana juga disebutkan, jika saat diundang tiga kali tetap tidak hadir saat pemberian ganti kerugian, mereka akan dianggap menolak bentuk dan besaran ganti rugi.
Editor: Setyo