OKTANA.ID, SURABAYA- Tim peneliti dari Departemen Desain Interior Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) manfaatkan teknologi Virtual Reality (VR) untuk konservasi bangunan bersejarah. Bekerja sama dengan Program Studi Arsitektur Universitas Ciputra dan Dinas Pariwisata Kota Surabaya, penelitian ini dicanangkan menjadi media pelestarian cagar budaya di masa mendatang.
Dosen Departemen Desain Interior ITS Okta Putra Setio Ardianto ST MT menuturkan, teknologi VR dipilih karena sifatnya yang merupakan teknologi imersif atau dapat menerapkan realitas tingkat tinggi hingga mencapai 360 derajat. Dengan hal tersebut, menurut Okta, hasil konservasi digital bangunan bersejarah dapat dinikmati secara lebih nyata di masa depan. “Bisa juga menjadi media promosi pariwisata sejarah dan budaya Kota Surabaya,” tuturnya.
Okta menjelaskan bahwa penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengembangan VR dengan menggunakan pemindaian tiga dimensi (3D). Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui tingkat identifikasi spasial objek pengguna di dalamnya. Adapun secara terperinci, proses dalam penelitian ini meliputi survei lokasi, scan LiDAR ruangan, scan fotogrametri material dan konten, perapian geometri 3D, pengembangan VR, hingga uji coba di laboratorium.
Okta menyampaikan bahwa pada penelitian ini dilakukan pula pengujian secara langsung dengan naracoba. Ia menyampaikan, masyarakat yang berminat dapat berkunjung ke museum HOS Tjokroaminoto saat sesi pengujian. Adapun sesi pengujian pertama telah dilaksanakan pada 16 Agustus lalu, sedangkan pengujian kedua dan ketiga dilaksanakan pada tanggal 7 dan akhir September mendatang.
“Akan dipublikasikan dan dipaparkan di seminar internasional juga,” ucap Okta.
Lebih lanjut, Okta mengungkapkan, studi kasus yang telah berhasil dibuat pengembangan kembaran digital adalah kamar kos Bung Karno dan kamar pribadi HOS Tjokroaminoto di daerah Peneleh, Surabaya. Menurut Okta, melalui hasil analisis sementara diketahui naracoba merasa kembaran digital terasa sangat nyata. Kemiripan tersebut meliputi segi nuansa pencahayaan hingga skala ruang.
“Hanya sedikit perlu perbaikan di visual detail material ruang saja,” ujarnya.
Lelaki asal Ponorogo ini mengakui, hingga saat ini bangunan bersejarah yang dapat dipindai masih terbatas. Bangunan yang dimaksud adalah bangunan skala menengah dan berada dalam pengelolaan Dinas Pariwisata Kota Surabaya. Menutup paparannya, Okta berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode konservasi digital ruang bangunan bersejarah secara lebih masif.
“Tidak hanya di Surabaya, tetapi juga bisa menjangkau seluruh cagar budaya di Indonesia,” pungkasnya.
Editor: Beatrix