OKTANA.ID, Jakarta- Sejumlah partai politik secara terang-terangan menyatakan penolakan wacana pemilihan umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup. Dari delapan partai yang menolak, tujuh di antaranya telah melakukan pertemuan di Hotel Dharmawangsa Jakarta Selatan, pada Minggu (8/1) siang.
Ketujuh partai ini Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hanya Gerindra yang tidak bisa datang dalam pertemuan delapan partai politik yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
Terkait sistem proporsional tertutup, partai-partai tersebut menolak gugatan judicial review pasal 168 ayat 2 dari UU nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur terkait sistem proporsional terbuka untuk Pemilu. Perwakilan ketujuh partai tersebut meminta Mahkamag Konsititusi (MK) tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka seperti yang telah tercantum dalam pasal 168 ayat 2 UU 7/2017 itu.
“Harusnya seperti itu (menolak proporsional tertutup) karena itu memang domain Parpol yang pembuat Undang-Undang itu bukan domain MK mestinya,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali.
Di sisi lain, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar tegas menolak sistem proporsional tertutup. Menurutnya, pembahasan sistem proporsional semestinya dibahas awal pascapemilu, bukan setahun menjelang pemilu.
“PKB dalam posisi menolak. Dan kita sedang berkonsultasi dengan partai lain. Waktu sudah sangat pendek, ini apa pemotongan hak kompetisi demokratis kalau proposional tertutup dipilih 4 tahun sebelum pemilu, barangkali wajar-wajar saja. Tapi ini setahun sebelum pemilu, sama dengan memberangus hak-hak kompetisi orang. Karena sistem demokrasi bisa melalui berbagai cara, tetapi proporsional satu tahun menjelang pemilu itu tidak fair,” terang pria yang akrab disapa Cak Imin.
Tak hanya PKB, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga memberikan dua alasan penolakan tersebut. Ia tegas berpendapat bahwa sistem proporsional tertutup dapat merampas hak rakyat untuk memilih wakil rakyat secara langsung.
“Sejak awal menolak tegas dengan sistem proposional tertutup. Ada dua alasan, pertama jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas jika terjadi sistem pemilu tertutup maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak ingin seperti membeli kucing dalam karung. Dan tentu kita berharap pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin bisa membawa perubahan dan perbaikan. Kedua, secara internal partai politik juga perlu menjaga semangat yang tinggi dari semua kadernya. Dengan sistem pemilu proporsional terbuka, tentu kita berharap setiap kader partai politik juga punya ruang, punya peluang yang adil,” beber AHY.
Senada dengan perwakilan partai lain, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa sistem pemilu dengan proporsional terbuka telah teruji sejak 2004. Meskipun pernah diuji MK pada 2008, namun hasil putusan MK menyebut dengan proporsional terbuka.
“Demokrasi kita sudah 5 kali pemilu, mestinya semakin hari semakin baik. Bukan mundur lagi. Dan tahapan-tahapan sudah berjalan, oleh karena itu kedaulatan rakyat itu dalam demokrasi sudah pernah diuji di MK pada tahun 2008. Dan MK memutuskan proporsional terbuka. Kita ingin tahapan-tahapan sudah berjalan,” kata Zulkifli Hasan.
Sedangkan Ketua Umum PKS, Ahmad Syaikhu, menegaskan adanya wacana tersebut justru akan membawa demokrasi Indonesia mundur ke belakang. Dan ia berharap para penyelenggara pemilu baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan DKPP terus berjalan sesuai tahapan pemilu yang telah ditetapkan.
“Menolak pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup ini akan sideback ke belakang. Dalam kaitan pemilu ini, mari kita sudahi berbagai keraguan terkait dengan wacana-wacana apakah itu dengan penundaan pemilu sehingga pemilu tetap berjalan 14 Februari 2024. Partai politik juga sudah siap. Kami berharap agar para penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP melaksanakan pemilu secara profesional, independen, jujur adil sehingga rakyat merasa ini semuanya puas dalam melaksanakan pemilu 2024,” terang Ahmad Syaikhu.
Wakil Ketua Umum PPP, Amir Uskara, menjelaskan bahwa pembahasan UU nomor 7/2017 tentang Pemilu dinilai masih layak. Sehingga, tidak perlu ada revisi UU Pemilu 2024 termasuk
“Pada 2017 PPP sebagai fraksi yang juga ada di DPR dalam membahas UU nomor 7 sudah dihitung semua untung rugi dan tentu apa yang terbaik dalam penyusunan UU Pemilu. Dan tidak perlu ada perubahan UU Pemilu menghadapi pemilu 2024,” pungkas Amir.