OKTANA.ID, KEDIRI– Bangunan bersejarah di Jalan Brawijaya Kota Kediri kini resmi menjadi gerai restoran cepat saji pada Sabtu (1/7/2023). Gerai McDonald’s Brawijaya ini mengusung konsep kulturasi budaya yang dibangun di bekas rumah dinas Leutenant der Chineze atau Letnan Cina, Djie Djwan Hien, seorang pengusaha di kawasan Pecinan pada era kolonial Belanda.
Corporate Communications of McDonald’s Indonesia Rizki Haryadi, mengatakan pihaknya sudah mendapatkan legalitas perizinan terkait pembukaan itu.
“McDonald’s Brawijaya Kediri ini kita mengkombinasikan elemen kebudayaan dan modern,” kata Rizki Haryadi kepada media, Sabtu (1/7/2023) pagi.
Ia menjelaskan bahwa gerai McDonald’s Brawijaya berkomitmen mempertahankan arsitektur bangunan seperti aslinya. Yakni, seperti tiang penyangga dan pintu bangunan. Menurutnya, hal ini untuk memberi edukasi kepada pengunjung, terpasang pula papan literasi tentang bangunan tersebut.
“Konsep ini belum pernah ada di McDonald’s lainnya,” sebut Rizki.
Keputusan untuk memanfaatkan bangunan bersejarah ini sebagai gerai McD Kediri sudah melalui pertimbangan matang dan prosedur pembangunan. Pengurusan perizinannya telah dilakukan sejak tahun 2019 dan telah mendapat legalitas dari pemerintah setempat.
“McDonald’s Brawijaya Kediri selalu berusaha mengikuti atau memenuhi peraturan yang ada di Indonesia, mulai perencanaan, renovasi, sampai dengan pengoperasian,” tutup Rizki.
Sempat menjadi kontroversi ketika pembangunan McDonald’s di Jalan Brawijaya Kota Kediri. Seperti diketahui, pembangunan McD di Jalan Brawijaya Kota Kediri itu sempat menuai kontroversi karena pemilik bangunan membongkar sebagian bangunan yang tercatat sebagai Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) sejak 2019.
Konflik terjadi pada pertengahan tahun lalu diawal pembangunan. Dimana Bambang Pranowo selaku pemilik rumah saat itu mengaku tidak pernah mendapat pemberitahuan dari pemerintah terkait status bangunan tua yang dibelinya pada tahun 2011. Dia juga mengaku kaget saat pembongkaran dan hendak disewakan pada McD tiba-tiba terjadi konflik.
Sesuai aturan pemanfaatan bangunan cagar budaya memang diperbolehkan sebatas tertentu sesuai UU Cagar Budaya No 11 Tahun 2010. Salah satunya tidak mengubah bangunan aslinya.
Namun pembangunan tahap awal yang sempat dihentikan pada akhirnya berlanjut. Bahkan saat ini sudah tampak logo M berwarna kuning menyala tepat di bagian depan bangunan. Gerai baru itu terlihat lebih luas dibandingkan dengan yang ada di Jalan Hayam Wuruk, juga dilengkapi layanan Lantatur.
Di sisi lain, Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar pada pertengahan Juni 2023 merespon baik pemanfaatan bangunan bersejarah itu. Meski sempat menuai konflik, toh menurut Abu Bakar hasilnya cukup bagus. Terlihat, bangunan utama dari ODCB itu memang tidak berubah kecuali cat putih yang membuatnya tampak lebih bersih.
“Senang sekali karena dipakai, kalau dulu kan nggak pernah dipakai. Saya hanya pernah menggunakan ketika itu acara kebudayaan di situ. Nah sekarang kan dipakai itu saya kira jauh lebih baik. Walaupun kemarin ada konflik, masalah kayunya atau apa itu, tapi ternyata direspon cukup bagus dan Alhamdulillah hasilnya juga bagus sekali,” kata Abu Bakar, Kamis, 15 Juni 2023.
Meski demikian, menurut Abu Bakar, hal ini menjadi peringatan bagi Pemerintah Kota Kediri untuk benar-benar serius menjaga bangunan ODCB di Kota Kediri. “Ini juga jadi warning bagi Pemerintah Kota Kediri untuk segera menetapkan mana gedung-gedung heritage itu,” ujar Abu Bakar.
Sehingga, lanjutnya, kalau sudah ditetapkan sebagai gedung heritage, pemerintah juga harus membantu membiayai, terkait perawatannya atau apa pun itu.
“Karena mempertahankan gedung heritage itu tidak sama dengan membangun tapi biayanya juga gede. Karena sudah bocor, gentengnya sudah lapuk, kayunya juga sudah lapuk. Nanti lah akan dibahas Dinas Pariwisata (Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga) bagaimana cara mempertahankan,” jelasnya.
Selain itu, menurut Abu Bakar, hal itu juga perlu dipikirkan terkait bagaimana pemanfaatannya sebagai objek wisata. “Paling penting menjadikan itu sebagai destinasi wisata, tidak hanya dilihat saja tapi juga bisa diceritakan sebagai City Tour,” imbuhnya.
Terlambat Menjadi Cagar Budaya Kota Kediri
Sejak setahun yang lalu pada Juni 2022, pembangunan McDonald’s ini menjadi sangat kontroversial. Lantaran, pada saat itu bangunan aslinya dihancurkan. Karena bangunan ini mempunyai kesejarahan bagi peradaban Kediri. Bangunan ini telah dicatat Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) pada 2019 sebagai obyek diduga cagar budaya (ODCB). Sayangnya, bangunan tersebut terlambat didaftarkan sebagai cagar budaya.
“Harus diakui jika kita sudah terlambat, rumah itu sudah hancur sebelum resmi ditetapkan sebagai cagar budaya,” kata Imam Mubarok, pegiat sejarah Kediri.
Polemik ini mendapatkan respon dari warga Kota Kediri terkait pembongkaran rumah tersebut. Pada Juni 2022 lalu sempat terjadi proses pertemuan dan pembahasan antara pemilik, pihak pegiat budaya Kediri, serta Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri. Sehingga, proses renovasi sempat dihentikan sejenak karena adanya pertemuan tersebut.
Beberapa pihak tersebut kini terus berkomunikasi untuk menemukan solusi terbaik. Entah proyek restoran akan diteruskan atau gedung dikembalikan ke bentuk semula, belum diketahui secara pasti.
“Kita akan berupaya mendapat jalan keluar terbaik, yang menguntungkan kedua belah pihak,” ujar Zachrie Achmad, Kepala Dinas Disbudparpora Kota Kediri, Juni 2022 silam.
Dia menjelaskan, ke depan pihaknya akan lebih giat melakukan sosialisasi terkait cagar budaya kepada pemilik bangunan berstatus ODCB. Dia tidak ingin bangunan bersejarah di Kota Kediri bernasib sama seperti rumah Letnan Cina. Dalam waktu dekat, gedung yang akan ditetapkan sebagai cagar budaya yaitu Gedung Kejaksaan.
Meski nantinya ada sosialisasi yang dilakukan dinas, namun banyak kalangan mendorong agar Pemkot Kediri mengambil langkah lebih konkrit. Misalnya, mulai membuat peraturan daerah atau perda tentang cagar budaya.
Tak hanya itu, Gus Barok menerangkan, dengan adanya perda, maka segala upaya pelestarian cagar budaya akan mendapat payung hukum yang jelas. Mulai dari hal teknis, hingga pembagian jenis tinggalan sejarah baik benda maupun nonbenda. Menurutnya, Pemkot Kediri juga sudah waktunya membentuk Tim Ahli Cagar Budaya, mengingat banyaknya benda bernilai sejarah di Kota Kediri.
Aspek Sejarah Rumah Letnan Cina di Kediri
Novi Bahrul Munib, pegiat sejarah Kediri, menyampaikan Bekas rumah Pejabat Leutenant der Chineze ini mewakili masa gaya bangunan Tiongkok Indies berkembang di Kota Kediri pada masa Hindia Belanda. “Selain unik, bekas rumah Pejabat Leutenant der Chineze ini telah berusia lebih dari 100 tahun. Sehingga dilihat dari usianya masuk dalam kriteria Cagar Budaya,” ujar Novi.
Novi menambahkan dari hasil pemantauan, bangunan ini merupakan bukti kebudayaan masyarakat Tiongkok di Kediri. Terlihat dari akulturasi arsitektur antara Tiongkok, Jawa, dan Eropa. Oleh karenanya, rumah ini mengandung nilai-nilai dalam pengetahuan arsitektur, seni, antropologi, sejarah, dan arkeologi. Sekaligus merupakan bukti budaya yang berkembang pada masyarakat yang mendukung akulturasi budaya di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Editor: Srinan