OKTANA.ID, JAKARTA– Bakal calon presiden (bacapres) sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjamu Putri Presiden Keempat RI Abdurrachman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (6/9/2023). Keduanya mengakui membahas dinamika politik terkini menuju Pemilu 2024.
“Tukar pikiran tentang masalah-masalah bangsa, negara, umat. Hari ini pun kita banyak diskusi dan kita sepakat untuk terus komunikasi menghadapi dinamika kehidupan politik bangsa kita yang cukup dinamis,” ujar Prabowo selepas pertemuan.
Menurut Prabowo, pertemuan tersebut adalah hal yang lumrah saja dalam rangka membangun komunikasi yang baik dan intens, serta mempererat persahabatan dan kerjasama.
“Jadi kekeluargaan, persahabatan itu harus kita utamakan. Kalau ada perbedaan politik itu biasa, tidak ada masalah, tetap harus berkomunikasi dengan baik,” katanya.
Jadi, lanjut Prabowo, semua yang istilahnya mengakui Indonesia, semua yang berjiwa merah-putih, di ujungnya harus bisa kerjasama.
“Itu adalah pelajaran bagi kita, dari generasi sebelumnya dan akan diteruskan untuk generasi yang lebih muda, bahwa bersaing, berbeda pendapat itu biasa, kadang-kadang bersama, lalu berpisah, tapi di ujungnya bersama lagi,” tandasnya.
Lebih lanjut, ditanya terkait kemungkinan kerjasama politik pihaknya dengan Yenny Wahid, Prabowo kembali menegaskan bahwa hal terpenting dalam dinamika politik kebangsaan adalah kerjasama dan kerukunan.
“Yang paling penting adalah kerjasama dan kerukunan. Tentunya semakin dekat, semakin eksplisit akan semakin bagus. Tapi kerjasama itu, istilahnya kita bangun supaya nanti sesuai dengan waktu yang tepat. Yang penting komunikasi yang baik,” jawabnya.
Sementara itu, Yenny mengungkapkan, hubungannya dengan Prabowo bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah terjadi sejak lama.
“Bahkan saya bertemu jodoh saya adalah ketika kami PKB Gus Dur mengalihkan dukungan ke Pak Prabowo di Pemilu 2009 saat itu, saya bertemu jodoh saya saat mengkampanyekan Pak Prabowo,” kisahnya.
Yenny menjelaskan, bahwa dia percaya setiap zaman akan memiliki pemimpinnya, yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zamannya. Mulai dari Bung Karno saat masa transisi kemerdekaan, maka dibutuhkan pemimpin yang memang revolusioner.
“Lalu Pak Harto, kita butuh pemimpin yang mampu membangun pasca kemerdekaan. Pak Habibie, beliau memberikan imajinasi tentang negara yang berbasis teknologi. Gus Dur, memberikan pondasi tentang demokrasi dan kesetaraan untuk semua, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bu Mega mengedepankan populisme dalam kebijakan pemerintahan beliau. Pak SBY kembali memberikan stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan memberikan contoh bagaimana Jenderal TNI bisa ikut dalam kontestasi demokrasi. Kemudian Pak Jokowi, memulai take off untuk industrialisasi,” sebutnya.
Dari situ, menurut Yenny, pemimpin kedepannya adalah sosok yang harus mampu untuk melanjutkan atau meneruskan program-program dari pemimpin sebelumnya. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia kedepan dalam dinamika geopolitik yang sedang berkembang saat ini adalah adanya ketegangan-ketegangan di kawasan. Terlebih, bahwa secara geografis Indonesia terletak berdekatan dengan negara-negara yang memiliki tingkat potensi pertikaian cukup tinggi.
“Contoh misalnya akan ada ketegangan ke depan ini, misalnya terjadi di Taiwan Strait. Kalau itu terjadi, ketika ada negara yang melakukan move di sana secara navigational, itu akan berdampak pada pasokan rantai global. Pasti dampaknya akan ke kita juga, karena letak geografis kita di tengah-tengah negara-negara Aliansi Quad, ada India, Jepang, Australia, Amerika,” jelasnya.
Yenny menegaskan, pemimpin Indonesia kedepan harus mengerti dinamika geopolitik tersebut. “Orang yang harus mempunyai kemampuan strategic thinking, dan saya rasa orang seperti Pak Prabowo ini punya kemampuan yang seperti itu,” tandasnya.
Maka, Yenny melanjutkan, wajib bagi saya sebagai representasi dari kelompok Gus Dur untuk berkomunikasi intens dengan Pak Prabowo. “Untuk mendengarkan gagasan, kebijakan-kebijakan beliau dan memberikan aspirasi-aspirasi kita tentang bentuk negara kedepan harus seperti apa,” imbuhnya.
Yenny mengklaim, ada banyak tokoh-tokoh kyai Nahdlatul Ulama yang memiliki simpati terhadap Prabowo. Meski demikian, dia menyebut masih akan mempertimbangkan dua aspek dalam menentukan dukungannya apakah akan bersama Prabowo atau tidak, yakni pertimbangan secara rasional dan pertimbangan secara spiritual.
“Salah satu pertimbangan spiritualnya adalah harus ke makam bapak, kebetulan saya belum sempat ke sana ini. Jadi, dari sisi spiritual memang saya harus melalui itu dulu,” katanya.
Tapi, kata Yenny, secara rasional, berkomunikasi dengan Pak Prabowo yang punya visi yang sangat luar biasa, bagi kami Pak Prabowo ini top list. “Jadi, (Prabowo) prioritas paling utama, karena ada kesamaan-kesamaan visi. Jadi secara rasional itu kita sudah punya kesamaan, tinggal menapaki mekanisme spiritual itu dulu,” terangnya.
Editor: Srinan