OKTANA.ID, SURABAYA – Masa pendaftaran calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) telah berlangsung. Sehingga akan dilanjutkan dengan proses pemeriksaan Kesehatan untuk Capres dan Cawapres ke depan setelah dinyatakan berkas administrasi lengkap. Organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun mengingatkan tentang pentingnya independensi pemeriksanan kesehatan untuk Capres-Cawapres 2024 nanti.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Adib Khomaidi menyatakan IDI telah dilibatkan dalam pemeriksaan kesehatan Capres-Cawapres sejak Pilplres 2004. Sehingga, independensi IDI akan menunjukkan profesionalitas dokter.
“Karena kita organisasi yang menjunjung independensi dan imparsialitas. Hasil pemeriksaan kesehatan itu bukanlah sebuah hasil medical check up biasa,” terang Adib.
Selain itu, pemeriksaan kesehatan untuk Capres-Cawapres membutuhkan assessment yang bisa menyimpulkan ketidakmampuan jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas. Bukan hanya sekadar memiliki riwayat penyakit atau dalam keadaan sehat.
“Butuh assessment, assesing dokter di bidang kesehatan ini dalam satu upaya untuk menyimpulkan tentang ketidakmampuan jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas, bukan masalah sehat dan sakit. Sehingga umpama ada penyakit pun belum tentu dia tidak mampu,” jelasnya.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan jika sejak taun 2004 hingga 2019 lalu, IDI bersama perhimpunan dokter lain telah menerbitkan panduan terkait pemeriksaan kesehatan bagi capres-cawapres dan telah dipatenkan.
“Panduan ini menjadi dasar dan sudah kita sampaikan. Mengenai tempat, selama ini yang menjadi rekomendasi kita adalah RSPAD Gator Soebroto,” tuturnya.
Kemudian, setiap tim yang terlibat juga akan dipastikan terkait imparsialitas, independensi dan profesionalitasnya. Supaya, tidak ada keberpihakan pada salah satu calon yang bisa berpontensi munculnya ketidakabsahan hasil pemeriksaan.
Tetapi, yang menjadi permasalahn untuk saat ini adalah IDI tidak mendapat undangan dilibatkan oleh KPU dalam Pilpres 2024.
“Tapi hasil dari tim dan kemudian dipastikan imparsialitas independensi profesionalitas tentunya ada di suatu organisasi yang menjunjung tinggi hal tersebut. Sampai sekarang KPU belum melibatkan IDI,” bebernya.
Tidak dapat dipungkiri, mungkin yang menjadi salah satu faktornya adalah adanya UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menyebut bahwa PB IDI bukan satu-satunya organisasi kesehayan dan profesi dokter yang diakui secara nasional dan internasional.
“Harusnya KPU jangan ini. Seharusnya jangan ada permasalahan keabsahan, permasalahan dari hasil, yang kemudian menjadi dasar upaya apakah hasilnya valid atau bisa menjadi imparsialitas tadi,” tandasnya.
Editor: Risa