OKTANA.ID – Modernisasi secara tidak langsung memberikan tuntutan kepada kita untuk selalu adaptif akan segala perkembangan yang ada. Bagi sebagian orang tentunya masih memiliki berbagai kekhawatiran akan masa depan, seperti kalangan milenial. Tidak jarang bagi mereka sudah menaruh harapan atau ekspetasi tinggi karena mengira bahwa tujuannya akan dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Padahal, seperti yang kita tahu kegagalan pasti akan mengiringi setiap proses yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam kondisi yang serba tidak pasti inilah duck syndrome atau sindrome bebek rentan dialami oleh setiap orang, khususnya para milenial.
Sebagai pengetahuan, Duck syndrome atau sindrome bebek adalah gangguan psikologis yang mana pengidapnya seringkali menunjukkan perilaku berpura-pura untuk tetap tenang dan berusaha sekeras mungkin untuk terlihat baik-baik saja padahal sebenarnya ia sedang merasakan kecemasan yang sangat berat. Bahkan, seringkali mereka menutupi masalah pribadi dengan wajah yang bahagia agar tidak terlihat buruk di mata orang lain. Istilah gangguan psikologis ini berasal dari analogi hewan bebek ketika berenang, yang mana apabila dilihat dari permukaan bebek akan tetap terlihat tenang saat berenang padahal sebenarnya dibawah air kaki bebek bergerak secepat mungkin untuk sampai pada titik tujuan yang diinginkannya. Jadi, apabila diartikan bagaikan seseorang yang selalu terlihat tenang/baik-baik saja padahal sebenarnya di belakang ia sedang berjuang keras untuk tujuan yang besar dengan merasakan kekhawatiran, ketakutan, dan berbagai perasaan yang mengganggu mental lainnya.
Istilah duck syndrome pertama kali muncul di Stanford University, Amerika Serikat yang mana diperlihatkan oleh kebiasaan para mahasiswa disana. Jelasnya, para mahasiswa Stanford University memiliki kebiasaan berperilaku seperti bebek berenang dalam menjalani kehidupan perkuliahan. Seperti yang kita tahu, Stanford adalah kampus top dunia sehingga memiliki mahasiswa yang datang dari seluruh penjuru dunia dengan budaya belajar yang mungkin sangat berbeda dengan kampus internasional lainnya.
Hidup di zaman serba modern memang sangat menguntungkan, namun apabila tidak memiliki kemampuan untuk menanggapinya dengan baik maka akan membawa dampak yang negatif pula bagi diri sendiri yakni stress karena berpikir terlalu keras untuk perubahan. Selain itu, apabila kita tidak dapat beradaptasi dengan baik maka secara perlahan lingkungan sekitar akan ikut mendukung kita. Bagi kaum milenial biasanya memiliki rasa ego dan gengsi yang amat besar. Tidak jarang, mereka tampil sekeren mungkin di media sosial hanya untuk mengundang simpati orang lain.
Sejalan dengan itu, Ahli Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Margaretha Rehulina, Spsi., G.Dip.Psych., M. Sc pun mengungkapkan, bahwa ternyata terdapat jenis duck syndrome yang umumnya dapat dialami oleh generasi milenial beserta dengan cara pencegahannya.
Penipuan Publik Agar Terlihat Sukses
Seperti yang sering kita lihat di media sosial, banyak orang atau anak muda yang menampilkan berbagai kemewahan yang dimilikinya. Namun, kita semua tidak pernah tahu bagaimana kondisi orang tersebut jika dibalik layar atau di kehidupan aslinya. Bisa jadi ia hanya meminjam atau rela berhutang demi menuruti rasa gengsinya yang terlalu besar.
Hal ini sama saja disebut dengan menipu diri sendiri. Jadi, agar tidak berperilaku secara berlebihan di media sosial atau duck syndrome, maka harus dimiliki kesadaran akan diri. Perasaan menerima diri sendiri dengan tulus adalah cara yang baik untuk mencegah perilaku duck syndrome jenis ini.
Berjuang sendiri
Biasanya, perilaku duck syndrome jenis ini dilakukan oleh orang yang cenderung berkepribadian tertutup. Mereka seringkali berusaha untuk terlihat baik-baik saja ditengah masalah besar yang dimiliki. Parahnya, meskipun benar-benar dalam kondisi yang buruk mereka tetap enggan untuk meminta bantuan orang lain. Perilaku ini akan sangat membahayakan karena sangat menganggu kesehatan mental. Dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan bantuan dari orang-orang terdekat untuk memahami permasalahan yang terjadi, mendampinginya, dan menegaskan untuk tidak sungkan meminta bantuan kepada orang lain.
Membandingkan diri dengan orang lain
Jenis duck syndrome yang satu ini juga tidak kalah banyak dilakukan oleh kaum milenial atau individu lainnya. Mereka cenderung merasa cemas dan takut apabila melihat orang di sekitarnya sukses dalam suatu hal. Untuk itu, seringkali banyak dari mereka yang memperlihatkan keberhasilan dirinya agar terlihat memiliki validasi tersendiri di mata orang lain. Seperti jenis duck syndrome yang pertama, di balik perilakunya tersebut seringkali mereka merasa kewalahan namun tetap terus berusaha untuk terlihat sukses. Orang yang bersikap seperti ini seharusnya diberikan arahan dan dukungan untuk berhenti melakukan hal yang tidak realistis agar tidak mengganggu kesehatan mentalnya.
Editor: Srinan