OKTANA.ID, Kediri – Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana melakukan rangkaian ziarah ke makam leluhur Kediri sebagai bagian peringatan Hari Jadi Kabupaten Kediri ke-1219, Kamis (11/5/2023) sore.
Mas Dhito, sapaan akrab bupati muda itu mengawali rangkaian ziarahnya di Taman Makam Pahlawan, Kecamatan Pare. Bersama dengan rombongan ziarah dilanjutkan ke Makam Setono Gedong di Kota Kediri.
“Kegiatan ziarah makam leluhur ini bukan kali pertama kita adakan, ziarah kali ini sebagai bagian dari peringatan Hari Jadi Kabupaten Kediri Kabupaten Kediri Ke-1219,” kata Mas Dhito.
Di komplek makam Setono Gedong, Mas Dhito disambut juru kunci dilanjutkan melakukan doa bersama dan tabur bunga di makam tokoh penyebar Islam Syekh Wasil Syamsudin atau Mbah Wasil, makam Sunan Amangkurat III dan bupati-bupati Kediri yang dimakamkan di komplek pemakaman itu.
Bupati yang dimakamkan di Setono Gedong yakni Raden Mas Tumenggung (RMT) Pandji Djojo Koesoemo, RMT Pandji Tondo Adi Tjokro, Raden Adipati Ario (RAA) Koesoemoadinoto, RAA Danoediningrat, RAA Danoediningrat II, dan Raden Mochammad Machin.
“Kita tidak boleh melupakan sejarah. Sudah sepatutnya kita untuk mengenang jasa-jasa para bupati terdahulu dan melanjutkan perjuangan untuk kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
Seperti pada masa Raden Mas Tumenggung (RMT) Pandji Djojo Koesoemo yang memerintah periode 18 Maret 1887 sampai 1 Maret 1901. Di masa pemerintahannya terdapat peristiwa pembangunan jaringan jalan kereta api dari Kediri menuju Pare dan berakhir di Jombang oleh perusahaan Kereta api swasta (particuliere) Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM).
Kemudian, pembukaan lahan perkebunan secara besar-besaran tercatat terdapat 105 perusahaan dan kebun baru di wilayah Kediri sebagai dampak diberlakukannya Undang-undang Agraria oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1870.
Pada masa Raden Adipati Ario (RAA) Koesoemoadinoto yang memerintah periode 7 Agustus 1914 – 10 September 1923 terdapat peristiwa erupsi Gunung Kelud pada 20 Mei 1919 dengan korban jiwa yang cukup besar, ribuan hektar lahan pertanian dan perkebunan hancur.
Letusan dahsyat Gunung Kelud tahun 1919 mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Kolonial hingga terbit kebijakan untuk membentuk Vulkaan Bewaking Dienst (Dinas Penjagaan Gunung Api) pada 16 September 1920.
Selain itu, dibangun sarana-prasarana pengendali dan mitigasi bencana erupsi Gunung Kelud, salah satunya pembangunan terowongan yang berfungsi mengurangi volume air kawah pada tahun 1920 yang dipimpin oleh Von Steiger.
Karena runtuhnya beberapa bagian lubang terowongan, proses pembangunan sempat terhenti pada 1923. Selanjutnya di tahun 1926, terowongan berhasil diselesaikan dengan panjang mencapai 955 meter.
Peristiwa besar pada setiap kepemimpinan bupati akan menjadi sejarah yang akan dikenang bagi generasi selanjutnya. Semangat dan cita-cita untuk memajukan Kediri, menurut Mas Dhito sepatutnya harus terus dijaga untuk mewujudkan Kediri yang berbudaya.
“Melalui kegiatan ziarah makam leluhur ini diharapkan menjadi media untuk instropeksi sekaligus menginspirasi kita dalam memajukan Kabupaten Kediri,” tandas Mas Dhito. (adv)
Editor: Srinan