OKTANA.ID, NGANJUK– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nganjuk terpaksa harus melotot tajam kepada Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU). Kantor wakil rakyat ini mencurigai terjadi penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan milik Pemkab Nganjuk tersebut.
Indikasinya, dari temuan perubahan rencana bisnis PDAU tahun 2022 yang diduga dilakukan secara diam-diam atau sepihak. Serta, temuan tiga versi angka atau nominal yang berbeda-beda, dari laporan penyertaan modal perusahaan daerah tersebut.
Wakil Ketua DPRD Nganjuk Raditya Haria Yuangga, mengatakan munculnya temuan-temuan tersebut bermula saat pihaknya menerima surat Laporan Pertanggungjawaban APBD 2022 dari Bupati Nganjuk, pada Senin pekan lalu (19/6/2023).
“Setelah saya baca dan pelajari, terutama terkait PDAU di dalam laporan pertanggungjawaban tersebut, kami meyakini telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai realita,” ujar Yuangga.
Ia menduga rencana bisnis PDAU tahun 2022 sengaja diubah tanpa sepengetahuan Pemkab maupun DPRD Nganjuk. Padahal menurutnya, di awal rencana bisnis tahun 2022 tersebut ditandatangani bersama antara Direktur Utama (Dirut) PDAU Djaja Nur Edi dan Plt Bupati Nganjuk (saat itu) Marhaen Djumadi.
“Hampir semua rencana bisnis PDAU berubah dan tidak sesuai dengan rencana bisnis tahun 2022,” ungkap Yuangga. Namun ia tidak memerinci poin-poin apa saja yang disebutnya telah berubah tersebut.
Selain itu, lanjut Yuangga, ada temuan lain di dalam laporan pertanggungjawaban tersebut yang menurutnya cukup mencengangkan. Yakni, adanya tiga perbedaan nominal laporan modal PDAU Nganjuk.
“Dari seharusnya hanya satu nominal, Rp 1.750.000.000, tapi dalam laporan pertanggungjawabannya ada tiga versi. Ada yang Rp 1.750.000.000, ada yang Rp 1.782.000.000, dan ada juga yang Rp 1.857.000.000,” beber Yuangga.
Atas temuan-temuan tersebut, Yuangga mengaku akan segera membahasnya dalam rapat panitia khusus (pansus) DPRD Nganjuk.
“Yang perlu diingat, PDAU itu milik Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk, bukan milik direktur. Jadi kalau mau mengubah apapun harus sepengetahuan dan seizin Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk,” tukas legislator yang juga Ketua DPC Partai Hanura Nganjuk tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Dirut PDAU Nganjuk Djaja Nur Edi tak menampik adanya perbedaan angka nominal penyertaan modal dalam laporan pertanggungjawaban di DPRD Nganjuk. Namun ia hanya menyebut dua perbedaan.
“Kami baru me-review, memang ada perbedaan dari (laporan) nilai investasi penyertaan modal dari pemda. Yang seharusnya Rp 1.750.000.000, ini kami tulis Rp 1.857.000.000. Ini sebenarnya tidak boleh. Jadi ini kita punya kesalahan,” aku Djaja.
Menurut Djaja, kesalahan penulisan angka itu dipicu dari persoalan teknis audit yang dilakukan oleh kantor akuntan publik (KAP) yang ditunjuk PDAU.
“Jadi di awal saya masuk itu, akuntan kita resign (mengundurkan diri), juga termasuk direktur keuangannya,” ujarnya.
Berikutnya, lanjut Djaja, ketika masuk akuntan dari KAP baru, ia menduga belum secara detail melakukan audit sehingga muncullah perbedaan nominal tersebut.
Sedangkan terkait perubahan rencana bisnis PDAU, Djaja juga mengakuinya. Ia bahkan menyebut telah melakukan perubahan berkali-kali. Dengan bentuk penggunaan anggaran yang bermacam-macam.
Soal tudingan melakukan perubahan rencana bisnis PDAU secara sepihak, Djaja berdalih bahwa ia sudah berpedoman pada peraturan pemerintah yang mengatur tentang BUMD.
“Juga atas saran dari teman-teman di Ekbang (Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Nganjuk), itu seharusnya diperbolehkan. Seharusnya dirut (PDAU) punya kewenangan untuk memanfaatkan anggaran selama pertanggungjawabannya jelas. Tapi kalau ini dinyatakan salah, ya kurang tahu saya,” ujar Djaja.
Adapun terkait rencana DPRD Nganjuk untuk membahas persoalan ini dalam pansus, Djaja mengaku siap untuk dipanggil dan menjelaskan.
Editor: Srinan