OKTANA.ID – Masa anak-anak seringkali dianggap istimewa bagi setiap orang karena pada masa inilah banyak momen berharga yang terjadi yang mana akan dapat dikenang sampai kapanpun. Inilah yang dimaksud dengan inner child, yakni kumpulan memori seseorang yang ada di masa lalunya. Bagi sebagian orang, sangat memungkinkan bahwa di masa lalunya juga menyimpan kenangan buruk. Bahkan, dengan pengalaman tersebut dapat menimbulkan trauma pada seseorang dan akan terus terbawa hingga ia dewasa. Lalu, bagaimana dampak dari inner child yang belum sembuh bagi seseorang? Begini penjelasannya.
Inner child yang terluka terkadang dianggap tidak penting bagi sebagian orang. Mereka cenderung acuh dan bersikap seolah baik-baik saja untuk melupakan kenangan buruk dengan terpaksa. Tanpa sadar, sebenarnya inner child yang masih terluka ini akan membawa banyak dampak pada masa depan mereka. Namun sebelum mengarah pada penjelasan tersebut, ketahui terlebih dahulu apa itu inner child.
Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai pengembangan potensi anak usia dini, Stephen A. Diamond Ph. D. menyebutkan, bahwa inner child adalah kumpulan peristiwa buruk ataupun baik yang dialami oleh setiap orang pada saat berada pada fase anak-anak. Segala peristiwa ini kemudian secara tidak langsung juga akan mempengaruhi terbentuknya kepribadian seseorang hingga ia dewasa. Lebih lanjut, sebenarnya inner child tidak hanya tentang peristiwa traumatis di masa lalu melainkan juga apapun yang terjadi pada saat ini (ketika dewasa), yang mana hal ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memaknai suatu hal.
Karena inner child bermula ketika masa anak-anak, maka hal ini juga berkaitan dengan perilaku orang tua dan orang-orang terdekat lainnya dalam keluarga. Mengapa demikian? Karena sudah pasti seorang anak akan diajarkan dan mengikuti segala sesuatu yang dilakukan oleh keluarganya. Jelasnya, keluarga merupakan rumah pertama bagi anak untuk belajar mengenai kehidupan, sehingga mereka akan mengingat apapun yang pernah dilakukannya bahkan akan terbawa hingga dewasa serta mempengaruhi kepribadiannya. Adapun beberapa hal yang dapat menyebabkan inner child seseorang terluka adalah kejadian buruk seperti perceraian orang tua, diabaikan, dibully, kekerasan, dan seterusnya. Kemudian, melansir laman hellosehat.com, terdapat pula ciri-ciri orang yang memiliki inner child buruk, diantaranya adalah merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, cenderung berusaha menyenangkan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri, merasa cemas dengan hal-hal baru, perfeksionis, bahkan takut ditinggalkan.
Dalam sumber sebelumnya, Ikhsan Bella yang merupakan ahli psikologi menambahkan, bahwa inner child (khususnya trauma) akan terasa kembali ketika seseorang mengalami kejadian yang sama/serupa. Dalam hal ini, biasanya akan terasa sulit bagi seseorang untuk mengontrol perilakunya bahkan dapat menyebabkan hal-hal yang negatif apabila tidak disembuhkan. Inner child seseorang yang terluka penting untuk di perbaiki/disembuhkan agar di kemudian hari ia dapat menjalani hidup tanpa adanya perasaan negatif dan berdamai dengan dirinya sendiri. Apabila kamu merasakan beberapa ciri diatas, segeralah berkonsultasi dengan ahli untuk mendapatkan perlakuan yang tepat. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencoba berdamai dengan diri sendiri, berteman dengan lingkungan yang positif, melakukan refleksi diri dan kegiatan yang disukai, atau membaca buku mengenai psikologi khususnya mengenai inner child agar dapat lebih memahami bagaimana inner child diri sendiri.
Lalu, bagaimana dengan dampak dari inner child yang belum sembuh bagi seseorang ketika ia dewasa? Menilik artikel milik Center For Life-Span Development (CLSD) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, terdapat dampak yang dapat disebabkan dari adanya trauma/luka batin seseorang di masa lalu, diantaranya adalah;
Kesulitan mengelola emosi
Bagi mereka yang memiliki Inner child buruk (trauma) di masa lalu maka cenderung akan mengalami gangguan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Menurut Kim et al (2017), Gangguan ini akan ditandai dengan salah satu perilaku yang disebut dengan hyperarousal, yang mana orang tersebut akan bersikap hyper atau berlebihan saat mengalami hal yang membuatnya stress sehingga tidak dapat memikirkan dengan baik cara untuk menyelesaikan kondisinya. Hyperarousal juga ditandai dengan perilaku waspada yang berlebihan karena dampak dari adanya trauma sebelumnya. Dengan hal ini, mereka yang mengalami inner child buruk di masa lalu cenderung akan kesulitan dalam mengontrol emosi dan menentukan tindakannya, bahkan mereka juga akan lari dari masalahnya apabila sudah terjebak dalam kekalutan masalah yang ada.
Sulit fokus dan berkonsentrasi
Sebuah riset yang dilakukan oleh Suzuki et al (2014) menemukan bahwa ternyata anak yang berusia 6-12 tahun yang mengalami kejadian tidak menyenangkan atau membuatnya trauma secara terus menerus maka akan memiliki hormon kortisol yang lemah ketika dalam situasi yang membuatnya stress dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami kejadian traumatis yang membuat stress. Menurut ahli lain, yakni Jone et al (2021), hormon kortisol adalah hormon yang dapat membantu individu untuk merespon dan menghadapi segala sesuatu yang mengancam. Hal ini berkaitan dengan kesehatan otak, yang mana perkembangan otak yang baik juga dapat ditinjau dari pengalaman kehidupan seseorang dimana dalam hal ini terhindar dari stress dan kejadian traumatik. Oleh karena itu, mereka yang memiliki trauma/merasa stress secara terus menerus cenderung akan merasa sulit berpikir bahkan berkonsentrasi dengan baik pada suatu kegiatan atau hal apapun yang berkaitan dengan kegiatan otak, terlebih pada saat perasaan trauma tersebut muncul kembali.
Cenderung mengalami gangguan interaksi dengan orang lain
Inner child yang buruk (trauma) di masa lalu ternyata juga akan berdampak pada kemampuan interaksi atau menjalin hubungan dengan orang lain. Mengapa demikian? Karena trauma tersebut juga dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yakni sulit untuk mengelola emosi. Menurut Burlakova & amp, Karpova (2018), mereka yang mengalami hal ini cenderung akan sulit mengendalikan dirinya sendiri. Adapun gangguan interaksi atau kesulitan yang dapat ia alami ketika ingin menjalin hubungan dengan orang lain biasanya berupa perilaku yang ingin diperhatikan, manipulatif, agresif, bahkan kekerasan. Mengerikan bukan?
Setelah memahami dampak dari inner child yang buruk, apakah saat ini kamu sudah mulai merefleksi diri? Coba pahami diri sendiri dan sebaiknya jangan berusaha untuk melupakan trauma dengan cara yang buruk karena hal ini hanya akan menambah peluang terjadinya dampak negatif terhadap kepribadian dan perilaku diri.
Penulis: Lutfina
Editor: Srinan
thanks for info