OKTANA.ID, YOGYAKARTA– Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Chusnul Mar’iyah dengan tegas menyuarakan wacana untuk menghadirkan Pemilihan Umum (Pemilu) Halal dalam pesta demokrasi Indonesia. Menurut dia, melihat posisi umat Islam Indonesia saat ini, harus dilihat dari konstruksi negara ini.
“Kenapa kalau kita punya identitas Islam kok seolah dipinggirkan, dimarjinalkan? Padahal umat Islam ini kan pemilik saham terbesar yang sah dalam berdirinya republik ini,” tanya Chusnul.
Alumnus Sydney University, Australia itu menyorot tingkat keimanan umat Islam, yang menurutnya masih cukup lemah, sehingga mudah terombang-ambing dan terbawa arus, terlebih dalam konteks politik.
“Jangan-jangan iman kita umat Islam ini yang memang masih kiwir-kiwir (bergelantungan, mudah terombang-ambing, lemah),” selorohnya.
Para ulama dulu, lanjut Chusnul, dengan sangat luar biasa berjuang demi tegaknya Pancasila.
“Maka saya selalu katakan, rebut tafsir Negara Pancasila adalah Negara Islam, rebut tafsir itu. Karena menurut saya, hanya Islam yang bisa menerjemahkan Pancasila itu sesuai perwujudan negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur,” tegasnya.
Lebih lanjut, dalam rangka menciptakan iklim demokrasi yang sehat, dengan Pemilu yang bermartabat dan berkeadilan, Chusnul melemparkan wacana untuk mewujudkan Pemilu Halal, yakni Pemilu yang benar-benar luberjurdil, tanpa ada tipu muslihat.
“Hadirkan Pemilu Halal itu. Wailul lil mutaffifin! Celakalah bagi orang yang curang! Kalau anda curang, ya celakalah kita,” kelakarnya.
Perempuan yang juga merupakan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu menyebut, anekdot bahwa berkontestasi dalam Pemilu harus menjadi seorang ‘munafik’ dan menghalalkan segala cara adalah sesuatu yang tidak tepat.
“Katanya kalau ikut politik itu, kalau tidak munafik kan tidak menang? Astaghfirullah, gimana itu pandangan yang begitu? Itulah the real machiavellian ellection, Pemilu terbuka tetapi penuh dengan tipu muslihat,” tandas Chusnul.
Atau, kata dia, kalau ditambahkan lagi dengan fabricated ellection hasilnya adalah seperti Undang-Undang (UU) omnibus law itu yang celaka, UU kesehatan itu yang celaka, dan sebagainya.
Chusnul juga menyorot persoalan politik uang (money politics), yang menurutnya telah membutakan cara pandang umat Islam. Dia menjelaskan, dalam kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg), dari sekitar 7.900 Caleg, hanya 575 yang menang, sisanya sekitar 7.250 kalah.
“Kita selalu berpikir yang menang yang pakai uang, punya uang banyak. Enggak, itu keliru! Yang menang itu cuma 575, yang kalah itu ada 7.250-an, kan calegnya ada 7900-an. Tapi kita tidak pernah membuka mindset bahwa yang kalah itu juga pakai uang yang tidak sedikit juga, yang 7.250-an itu tadi,” terangnya.
Tapi, kata Chusnul, kenapa cara pandang kita sudah ditutup seperti itu? “Ya iya karena imannya kita yang masih kiwir-kiwir, jadi ditutup pandangan kita,” ucapnya.
Chusnul berharap, agar umat Islam mampu merebut momentum politik dan bersiasat dengan cara-cara yang ma’ruf, sehingga kekuatan yang disebutnya sebagai civil ummah, kedepan benar-benar mampu mewujudkan tatanan negara yang adil dan makmur, negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Editor: Setyo