OKTANA.ID, JAKARTA– Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk memberikan dukungannya kepada Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2024. Hal disampaikan usai Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan yang diinisiasi oleh Partai Nasdem yang mencalonkan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Partai Demokrat merasa “dikhianati” Anies Baswedan karena lebih memilih Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal cawapres. Dalam pertemuan di kediaman Prabowo pada Minggu, 17 September 2023, di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, SBY secara tegas menyampaikan akan turun gunung untuk memenangkan Prabowo. Komitmen ini terlihat sungguh-sungguh untuk mengusung Prabowo Subianto.
Kehadiran SBY dan Partai Demokrat untuk mencalonkan Prabowo, disambut hangat oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yakni Partai Gerinda, Partai Golkar, PAN, Partai Gelora, dan PBB. Analis Politik Ipsos Public Affairs, Arif Nurul Iman mengamini, turun gunungnya SBY dalam memenangkan Prabowo di pilpres bisa berdampak kepada suara pemilih ke Prabowo. Menurutnya, SBY masih cukup memiliki pengaruh.
“Tetapi berapa besar pengaruh itu atau seberapa signifikan terhadap dampak elektoral? Kalau bicara dampak tentu, kita harus mengukur kalau riset harus pakai survei,” kata Arif.
Tapi harus diakui, terangnya, secara kualitatif, Partai Demokrat itu sejatinya adalah SBY fans club. Hal ini dimaksudkan lantaran ada faktor ketokohan SBY yang masih teruji sampai saat ini. Sehingga, eksistensi Partai Demokrat masih terlihat di permukaan dalam kancah politik nasional.
Selain perlu data survei, kita juga bisa menilik pengalaman masa lalu saat SBY “turun gunung” memenangkan paslon dan parpol. Misal yang terdekat adalah dua pemilu sebelumnya, yaitu 2014 dan 2019. Pada Pemilu 2014 misal, suara Demokrat turun drastis setelah “tsunami kasus korupsi” yang menghantam sejumlah elitenya.
Meski SBY sampai “turun gunung” mengurus partai dengan menjadi ketua umum lewat Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang digelar di Bali pada 30 Maret 2013, tapi suara parpol mercy itu hanya finis di urutan keempat dengan perolehan suara nasional 10,19%. Padahal, Demokrat adalah pemenang Pemilu 2009.
Sebagai catatan, Demokrat adalah pemenang Pemilu 2009 dengan suara sangat besar, yakni 20,85%. Unggul jauh dibandingkan Partai Golkar dan PDI Perjuangan di urutan kedua dan ketika yang hanya dapat suara 14-an persen. Demikian pula pada Pemilu 2019. Saat itu, suara Demokrat lebih kecil lagi, menyusut menjadi 7,77 persen dari total suara sah nasional. Tak hanya itu, pasangan calon yang diusung di Pilpres 2019, yaitu Prabowo-Sandiaga Uno juga kalah dari Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Maka tidak heran ketika di lapangan pilihan pemilih partai itu berbeda dengan calon yang partai itu dukung. Sehingga tergantung juga apakah Demokrat bisa signifikan atau tidak, karena akan bergantung kepada kepentingan partai juga.
“Pendukung-pendukung Demokrat mau milih Prabowo atau tidak bisa dilihat juga apakah dari Demokrat itu ada tidak posisi di pasangan itu diwakili, misalnya sebagai ketua timnya, kemudian juga misalnya dia dijanjikan posisi apa,” katanya.
Editor: Setyo