OKTANA.ID, SURABAYA- Pemilu 2024 di depan mata. Sejumlah langkah strategis dilakukan untuk menjaga kondusifitas hingga menciptakan Pemilu Damai. Diantaranya, langkah Polri untuk merangkul tokoh masyarakat dan ulama. Seperti yang dilakukan Polres Ponorogo dengan mengunjungi Ponpes Fathul Muna Mladangan, Polri yang menggandengan Ustad Das’ad Latif, dan masih banyak lagi.
Menanggapi langkah ini, pakar komunikasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS), Dr. Dwi Prasetyo, S.Sos., M.PSDM. mengatakan, komunikasi pihak kepolisian dengan ulama dan tokoh masyarakat menjadi langkah yang patut di apresiasi.
“Pemilihan Umum adalah periode kritis di mana tingkat ketegangan sosial dan potensi konflik dapat meningkat. Melibatkan ulama dan tokoh masyarakat dalam komunikasi dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan gangguan selama proses Pemilu,” jelas Dwi Prasetyo di Kampus Stikosa AWS, Surabaya, Jumat (6/10/2023).
Wakil Ketua I Stikosa AWS ini juga mengatakan, ketika ulama dan tokoh masyarakat mendukung upaya kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama Pemilu, hal ini dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian.
“Ini penting untuk memastikan kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban,” tegasnya.
Dalam situasi politik yang semakin panas, isu-isu sensitif dan polarisasi bisa muncul. Komunikasi yang baik dengan ulama dan tokoh masyarakat dapat membantu dalam menangani isu-isu ini secara bijak dan memberikan pandangan yang lebih moderat dan rekonsiliasi kepada masyarakat.
“Tokoh agama dan masyarakat sering memiliki akses yang lebih baik ke informasi di tingkat masyarakat. Meningkatkan komunikasi dengan mereka dapat membantu polisi dalam memahami dinamika lokal dan memperoleh intelijen yang lebih baik terkait potensi ancaman selama Pemilu,” tambahnya.
Lewat proses komunikasi ini pihak kepolisian juga berpeluang untuk memperoleh dukungan publik. Dukungan dari tokoh agama dan masyarakat, kata Dwi Prasetyo, dapat membantu polisi dalam meredam potensi gangguan selama Pemilu.
“Mereka dapat membantu dalam menyuarakan pesan-pesan penting terkait perdamaian dan ketertiban selama proses Pemilu,” katanya. “Di Indonesia, faktor agama sering menjadi salah satu sumber potensi konflik. Melibatkan ulama dalam komunikasi dapat membantu mencegah penyalahgunaan agama untuk tujuan politik dan menjaga stabilitas,” tambah Dwi Prasetyo lagi.
Komunikasi yang baik dengan ulama dan tokoh masyarakat, menurutnya, adalah bagian dari pendekatan yang demokratis dalam menjalankan Pemilu. Ini menunjukkan bahwa kepolisian menghormati beragam pandangan dan bersedia berkomunikasi dengan berbagai elemen masyarakat.
“Dengan menjalin kerjasama yang baik dan komunikasi yang efektif dengan ulama dan tokoh masyarakat, Kapolres Salatiga berupaya untuk menciptakan lingkungan yang aman, damai, dan kondusif selama Pemilu, serta memastikan suksesnya proses demokrasi tanpa gangguan yang signifikan,” tutupnya.
Editor: Beatrix