OKTANA.ID, SURABAYA- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur mengungkap penipuan berkedok orderan fiktif menggunakan aplikasi GoFood, Kamis (7/9/2023).
Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Arman mengungkapkan, dalam kasus ini dua orang. diamankan. Mereka adalah HA warga Taman dan BSW warga Sukodono, Sidoarjo.
“Kasus ini selama kurun waktu Oktober 2022 sampai Agustus 2023 dengan 107.066 kali transaksi, dengan keuntungan Rp2,2 miliar,” ungkap AKBP Arman.
Temuan ini bermula sewaktu PT Gojek melakukan pemeriksaan transaksi. Hasilnya ditemukan 107.066 transaksi mencurigakan yang dilakukan dua tersangka sejak 1 Oktober 2022 hingga 15 Agustus 2023. Temuan itu kemudian dilaporkan pihak perusahaan ke Polda Jatim.
Dua tersangka ini membuat dan membeli nama restoran. Untuk mengelabuhinya, mereka membuat customer fiktif kemudian memesan makanan ke merchant fiktif yang semuanya dikelola tersangka.
“Pesanan tersebut kemudian diantarkan oleh driver Gojek kepada tersangka. Jadi saya rasa, mereka (driver ojol) itu hanya dimanfaatkan saja oleh mereka ya,” kata Arman di Mapolda Jatim.
Arman melanjutkan, setelah pesanan sudah diantar oleh driver, pihak PT Gojek kemudian membayar transaksi itu dengan memberikan voucher sebesar 20 persen dan potongan Rp1000 di setiap pembayaran ke rekening masing-masing tersangka.
Selama melakukan aksinya sejak Oktober 2022-Agustus 2023 mereka telah membuat sebanyak 95 akun dengan total transaksi mencapai 107.066 kali.
Hasil penyelidikan polisi, kedua tersangka yang pernah jadi driver ojol ini mendapat akun merchant dengan cara membeli melalui grup Facebook senilai Rp600-800 ribu untuk satu akun restoran yang bermitra dengan PT tersebut.
Kedua tersangka mengaku hasil uang yang didapatkan itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Per hari mereka melakukan transaksi sebanyak 1.500. Dia belajar otodidak,” katanya.
Sementara itu District Head Gojek Surabaya, Josua Jimmy menyatakan setiap kecurangan yang dilakukan oleh para mitranya akan ditindaklanjuti dengan tegas. Itu dilakukan untuk menciptakan ekosistem yang sehat bagi seluruh mitra.
Atas perbuatannya, HA dan BSW terjerat Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Hal tersebut sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Editor: Beatrix