OKTANA.ID, SURABAYA- Beberapa waktu yang lalu, konser musik Coldplay bertajuk Music of The Spheres World Tour menjadi salah satu konser musik internasional yang tidak terlepas dari percaloan. Banyak para calo yang meraih keuntungan dari konser tersebut dengan menjual harga tiket tinggi dari harga aslinya.
Selain itu, konser musik internasional Taylor Swift bertajuk The Eras Tour juga memiliki kaitan dengan fenomena percaloan di Indonesia.
Salah satu dugaan dari netizen terkait penyanyi kelas dunia tersebut tidak mengadakan konser di Indonesia adalah penjualan tiket konser dari calo yang terlalu tinggi.
Dosen Fakuktas Hukum Unair, Sapta Aprilianto SH MH LLM menjelaskan fenomena percaloan dari perspektif hukum Indonesia.
Menurutnya, tidak ada larangan untuk melakukan perbuatan percaloan. Sapta merujuk pada KBBI bahwa calo merupakan orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah.
“Dari kacamata hukum apakah perantara ini dilarang? Apakah melanggar undang-undang? Saya katakan dengan tegas tidak,” jawab Sapta.
Namun, Sapta menambahkan bahwa jasa calo masih diperbolehkan selama tidak memperantarai barang yang melanggar undang-undang. Menurutnya, tiket konser tidak termasuk ke dalam daftar barang yang melanggar hukum.
Jika berbicara tentang hukum, hal tersebut erat kaitannya dengan prinsip kesepakatan bersama. Seorang pembeli secara sadar membeli tiket konser dari calo dengan harga tinggi dari harga aslinya dan terjadi kesepakatan antara pembeli dan calo. Maka penjualan tersebut tidak melanggar hukum.
“Pada intinya, apakah calo khususnya tiket pada konser Coldplay melanggar hukum? Sama sekali tidak. Kecuali kalau memang tiketnya palsu, terkena tindak pidana karena pemalsuan tiket,” kata dosen Pengajar Hukum Pidana itu.
Dosen Hukum UNAIR itu menegaskan bahwa jika terdapat penipuan atau pemalsuan tiket konser, maka kasusnya adalah penipuan atau pemalsuan tiket, bukan kasus percaloannya. Salah satu contoh kasus penipuannya adalah ketidaksesuaian tempat duduk konser yang dijanjikan calo kepada pembeli.
Menurutnya, tidak ada peraturan yang secara eksplisit mengatur dan melarang percaloan. Untuk itu, menghilangkan calo adalah hal yang sulit. Tetapi panitia konser masih dapat meminimalisir penyebaran calo tiket seperti menunjukkan identitas KTP saat memasuki tempat konser.
“Menghilangkan itu sulit. Tapi dalam peristiwa ini setidaknya meminimalisirkan harusnya bisa,” ujar Sapta.
Sapta menyampaikan bahwa pihak penyelenggara kegiatan harus ada keseriusan dalam menyelenggarakan konser internasional. Karena tidak adanya peraturan hukum tertulis yang mengatur percaloan, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah pengaturan konstruksi penjualan tiket konser.
“Mereka harus punya satu forum yang legal, misalnya, satu EO (event organizer). Kalau gak teko iki ( kalau tidak dari EO ini, Red) semuanya gak resmi,” tambah Sapta.
Meskipun demikian, tidak ada jaminan calo dapat hilang ketika terdapat oknum dalam EO itu sendiri. Sapta menyampaikan bahwa jasa calo di Indonesia sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Namun, menurunkan percaloan masih mungkin untuk dilakukan.
“Tidak melanggar hukum, tetapi keberadaannya meresahkan banyak pihak,” tutupnya.
Editor: Beatrix