OKTANA.ID, Jakarta- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 1,74 juta pernikahan di Indonesia pada 2021. Jumlah tersebut diketahui turun 2,8 persen disbanding 2020 yang mencapai 1,79 juta. Namun, dari angka pernikahan tersebut masih menyisakan permasalahan yang perlu diselesaikan, yakni pernikahan dini.
Apalagi dalam masa pandemi Covid-19, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Peradilan Agama mencatat adanya peningkatan pernikahan dini. Pada 2020, diketahui ada 64,2 ribu pengajuan dispensasi perkawinan anak atau pernikahan dini. Hal ini naik sekitar tiga kali lipat atau 177,7% dari 2019 yang sebanyak 23,1 ribu dispensasi kawin.
Sedangkan, pada tahun 2021 sebanyak 59.709 kasus dispensasi perkawinan anak atau pernikahan dini. Apakah dispensasi itu? Dispensasi kawin artinya keringanan yang diberikan kepada calon mempelai yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Melihat kasus yang terjadi, Komnas Perempuan menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan dispensasi kawin atau pernikahan dini pada 2020. Pertama, adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan anak-anak tidak dapat bersekolah tatap muka. Sehingga, berdampak pada keluarga mengalami kesulitan ekonomi. Kedua, kemungkinan anak yang kecanduan gawai dan mengakibatkan mereka lebih cepat merespons berbagai informasi yang belum dipahami, sehingga terjadi kehamilan tidak diinginkan.
“Angka dispensasi kawin sepanjang tahun 2020 melesat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2019,” kata Ketua Sub Kom Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, dilansir dari Kompas (10/5/2021).
Tak hanya itu, ada faktor lain seperti hamil di luar pernikahan. Sehingga, membuat para orangtua mengajukan dispensasi kawin untuk anaknya. Di sisi lain, peningkatan tersebut lantaran mudahnya permohonan dispensasi pernikahan dikabulkan karena adanya faktor mendesak.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menerangkan bahwa kehamilan tidak direncanakan setidaknya dapat bersumber pada dua hal. Pertama, pasangan usia subur tidak melakukan kontrasepsi pascapersalinan atau abortus. Kedua, adanya kehamilan tanpa pernikahan.
“Keduanya bisa terjadi karena mereka tidak memahami kesehatan reproduksi, sehingga perlu diberikan edukasi atau pemahaman terkait masalah ini,” kata Hasto dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB)- KPCPEN), 29 September 2021.
Adapun risiko yang hadapi di antaranya seperti kematian ibu, keguguran dan stunting. Hal ini disebabkan karena kematangan Rahim belum cukup, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan pada janin dan anak.