OKTANA.ID, Malang- Duka di Malang lantaran 135 korban meninggal dunia tragedi Kanjuruhan masih terus terasa. Ribuan poster dan banner yang menempel di tembok sudut Malang terus mengingatkan tentang peristiwa sendu usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu.
Tak terasa lebih dari 100 hari, duka mendalam tak hanya dirasakan keluarga korban tragedi Kanjuruhan namun juga menjadi alarm untuk dunia sepak bola. Nyaris setiap pekan, warga melakukan aksi untuk pengusutan tuntas kasus tragedi Kanjuruhan. Mulai membentangkan foto korban hingga aksi tutup mulut. Namun, hasil autopsi korban yang dilakukan akhir tahun lalu mendapatkan hasil yang mengecewakan keluarga korban. Tim dokter forensik menyebut bahwa para korban tragedi Kanjuruhan meninggal dunia buka karena tembakan gas air mata usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Hingga, Presiden Joko Widodo membuat sebuah pernyataan untuk membongkar Stadion Kanjuruhan Malang. Namun, rencana pembongkaran Stadion Kanjuruhan ditolak keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Mereka menginginkan bangunan tersebut menjadi ikon dan museum agar bisa dikenang.
“Pertimbangannya supaya itu (Stadion Kanjuruhan) menjadi ikon. Titik dari perdamaian, persepakbolaan, supporter, dan keamanan itu dari Kanjuruhan,” ujar Vincensius Sari usai audiensi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang.
Warga asal Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang ini meminta akan pembangunan stadion baru dilaksanakan di lokasi lain. Ia meminta Stadion Kanjuruhan dapat dikenang sebagai museum.
Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi menerangkan juga kurang setuju dengan pembongkaran Stadion Kanjuruhan. Pemerintah bisa membangun stadion baru apabila dibutuhkan. Meski membutuhkan waktu, namun itu adalah hal yang mungkin untuk dilakukan.
“Harapan Stadion Kanjuruhan tidak dibongkar ini sudah jadi pemikiran kami. Kami sudah diskusi dengan bupati seyogyanya Stadion Kanjuruhan tidak dibongkar,” ujar Darmadi.
Tak hanya korban dari Kabupaten Malang, keluarga korban dari Kota Malang pun juga menyuarakan hal yang serupa. Bahkan, mereka memberikan ancaman untuk golput atau absen dalam pemilu yang semakin dekat. Suara golput menggema lantaran belum terjawabnya keadilan untuk korban Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu. Salah satunya seperti yang disampaikan keluarga korban hingga Tim Gabungan Aremania (TGA) di Gedung DPRD Kota Malang pada Rabu (4/1/2022).
Seorang keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Daniel memohon kepada DPRD Kota Malang mendesak DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) penanganan Tragedi Kanjuruhan. Jika tidak, pihaknya akan melakukan golput pada Pemilu 2024 mendatang.
“Kami akan golput di periode selanjutnya, jika DPRD Kota Malang tidak segera membentuk Pansus,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, perkembangan penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan masih berada di Kejati Jatim. Tim penyidik Polda Jatim beberapa waktu lalu melimpahkan berkas penyidikan atas 5 tersangka dari total 6 tersangka Tragedi Kanjuruhan pada Kejati Jatim.
Sementara satu eks Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) yang berstatus sebagai tersangka dibebaskan dari Rutan Polda Jatim lantaran pemberkasan penyidikan belum rampung hingga batas penahanan yang ditetapkan. Meski begitu, proses pemberkasan penyidikan tetap dilanjutkan.
Daniel berharap keadilan bagi para korban Tragedi Kanjuruhan bisa segera diwujudkan. Pasalnya, masih banyak keluarga korban yang jatuh trauma hingga kesulitan ekonomi lantaran ditinggal oleh tulang punggung keluarga.
“Kami minta tolong suarakan aspirasi kami. Jangan sampai 2024 kami semua jadi golput. Janji kami akan kami tepati,” ujarnya.
Sementara itu, Perwakilan TGA, Dyan Berdinandri mengatakan bahwa pembicaraan soal golput memang sudah mulai terdengar ditengah tengah para penyintas Tragedi Kanjuruhan.
“Para korban sudah rasan rasan untuk menyuarakan kalau memang kasus Kanjuruhan tidak bisa diusut dengan tuntas, mereka akan memilih untuk golput,” bebernya.
Dyan menjelaskan bahwa desakan pembentukan Pansus DPR RI merupakan salah satu harapan para korban Tragedi Kanjuruhan dalam mencari keadilan. Terlebih jika berkaca pada kasus Sambo, DPR RI getol mendorong penegak hukum bersikap transparan dan bekerja profesional.
“Pansus itu nantinya berangkat dari DPRD Kota Malang ke DPR RI hingga terlibatnya Presiden dan Kapolri agar keadilan yang sesungguhnya bisa ditegakkan,” jelasnya.
Wakil Ketua I DPRD Kota Malang, Abdurrahman mengatakan bahwa tak mudah untuk membentuk pansus ini. Namun pihaknya akan membicarakan dengan komisi dan fraksi di DPRD Kota Malang untuk mendapat persetujuan.
Dia juga berharap bahwa Pansus penganan Tragedi Kanjuruhan itu bisa menjadi penyambung lidah para korban Tragedi Kanjuruhan agar segera mendapatkan keadilan hukum.
“Kunci pansus itu harus disepakati oleh semua komisi dan fraksi. Jadi kami laporkan dulu. Mudah mudahan tujuan pansus ini sebagai bentuk menjadi penyambung hasil tuntutan agar mendapatkan keadilan hukum,” tandasnya.
Buntunya jelan keadilan dalam pengusutan tragedi Kanjuruhan membuat pantikan respon untuk golput dalam pemilu 2024 mendatang. Mereka merasa muak karena desakan para keluarga korban tak membuahkan hasil yang memuaskan.
Aremania kecewa dengan penanganan Tragedi Kanjuruhan yang terkesan tidak serius dan bertele-tele. Hingga saat ini pun berkas perkara yang dibuat Polda Jatim belum jelas juntrungan objektivitasnya.
“Jelas kami kecewa. Saat ini kami membutuhkan negara, tapi responnya tidak ada. Tidak heran jika sudah mulai ada rasan-rasan jika kasus ini tidak diusut tuntas, maka mereka akan golput,” ujar Dian Berndinandri, salah satu perwakilan keluarga korban.
Dalam pertemuan itu, para keluarga korban Tragedi menumpahkan semua tangis dan kekecewaannya. Menurut mereka, nyawa anggota keluarga mereka hanya bisa ditebus dengan keadilan, tidak dengan uang ratusan miliar.
Keluarga korban yang lain pun seperti Roni menyatakan Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 itu menjadi puncak kemuakannya. Kekecewaannya semakin memuncak saat Menkopolhukam Mahfud MD, memberikan statement bahwa Tragedi Kanjuruhan bukanlah pelanggaran HAM berat. Belum lagi dihadapkan dengan keganjilan lain penegakan hukum seperti yang sudah diketahui.
”Sudah, daripada ruwet-ruwet. Saya sudah malas. Sudah gak usah Pemilu-Pemiluan kalau kayak gini terus. Tiap ada masalah, tiap dibutuhkan, sikap mereka (pemerintah, red) kan ya gini-gini aja. Kok yo kebacut,” kata dia.
Jauh sebelum itu, sejumlah prosedur pembuatan berkas perkara juga dinilai tidak adil. Mulai dari pemanggilan saksi, rekonstruksi yang dilakukan tidak di lokasi kejadian, otopsi yang baru dilakukan setelah 30 hari pasca tragedi, penerapan pasal dan masih banyak lainnya.
Adapun, total enam tersangka yang telah ditetapkan yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Wahyu Kompol Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Adapun tersangka dari pihak Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita sementara ini dilepas dari tahanan oleh penyidik Polda Jatim karena masa tahanannya habis.
Seperti diketahui, selama hampir tiga bulan ini Aremania terus bergerak menuntut keadilan bagi para korban. Mulai melakukan aksi turun ke jalan, advokasi hukum keluarga korban hingga mengadu ke Komnas HAM, Bareskrim Polri, Komisi III DPR RI, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, termasuk bertemu dengan Ombudsman dan lembaga negara lainnya.