OKTANA.ID, SURABAYA– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sangat menyayangkan putusan hakim PN Surabaya untuk vonis bebas ketiga terdakwa anggota Polri yang dinilai bertanggungjawab atas Tragedi Kanjuruhan. Komnas HAM menilai vonis itu tidak memberikan rasa keadilan bagi para korban.
“Dari fakta-fakta peristiwa berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang telah dilakukan serta merekomendasikan agar majelis hakim memberikan hukuman maksimal untuk pata terdakwa kasus Kanjuruhan,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing.
Putusan Majelis Hakim PN Surabaya pada Kamis (16/3) kepada ketiga terdakwa anggota polri Hasdarwan (1,6 tahun penjara), Bambang Sidik Achmadi (bebas) dan Wahyu Setyo Pranoto (bebas) masih menyimpan kekewaan terhadap publik dan keluarga korban.
Sebelumnya, hakim sudah lebih dulu menjatuhkan hukuman 1,6 tahun kepada Ketua Panitia Pelaksana pertandingan Arema FC vs Persebaya Abdul Haris dan satu tahun penjara untuk Security Officer Suko Sutrisno.
“Putusan tersebut belum memberikan rasa asil bagi para korban dan keluarga mereka yang kehilangan nyawa serta mengalami luka-luka dalam tragedy tersebut,” tambah Uli.
Dari hasil pemantauan selama proses penegakan hukum, Komnas HAM memberikan sejumlah fakta soal tragedi Kanjuruhan.
Pertama, ada situasi stadion yang seharusnya bisa dikendalikan oleh aparat keamanan pada pukul 22:08 WIB. Tetapi, aparat malah menembakkan gas air mata.
Kedua, tidak ada upaya untuk mengendalikan dan menahan diri untuk tidak menembak gas air mata walaupun banyak penonton yang sudah mulai keluar karena panik. Namun, aparat justru menembakkannya secara beruntun.
Ketiga, penembakan gas air tidka hanya bertujuan untuk membubarkan massa tetapi juga untuk mengejar penonto dan diarahkan ke tribun, terutama pada tribun 13. Sehingga banyak massa yang berhamburan dan panik, keluar dari berbagai pintu dengan kondisi mata perih, kulit panas dan sesak napas.
Keempat, tiga terdakwa anggota Polri seharusnya mempunyai kapasitas untuk mencegah, menghentikan penembakan serta mengendalikan lapangan. Juga, para personel seharusnya tidak melakukan tindakan berlebihan. Tetapi semua itu diabaikan.
Mengacu pada Pasal 3 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, Komnas HAM sebagai lembaga menghormati putusan hakim.
“Tapi, kami juga meminta dan mendorong kepada JPU untuk melakukan upaya hukum lain seperti banding atau kasasi agar putusan tersebut dapat dilakukan pemeriksaan ulang untuk mencapai rasa keadilan,” ungkap Uli.
Uli berharap, putusan banding tersebut nantinya dapat mengakomodasi restitusi, kompensasi serta rehabilitasi kepada korban dan keluarga.
“Tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang harus menjadi penginat dan memontum bagi seluruh pemangku kepentingan agar ke depannya bisa mengarusutamakan hak asasi manusia dalam setiap pengambilan keputusan supaya tidak terjadi lagi di masa yang akan datang,” pungkas Uli.
Editor: Srinan