OKTANA.ID – Menjadi individu yang mandiri seringkali dianggap hebat oleh orang lain karena tidak mudah menjalaninya. Banyak orang yang sudah harus menjalani hidup secara mandiri sejak usia muda karena disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi di lingkungannya. Namun, apakah manusia dapat menjadi individu yang mandiri hingga tua nanti? Menjadi mandiri memang baik, namun seiring berjalannya waktu manusia tetap membutuhkan orang lain sehingga apabila menjadi pribadi yang terlalu mandiri atau hyper-indepence juga tidak selamanya baik karena hanya akan menyulitkan keadaan.
Tahukah kamu? Ternyata apabila dilihat dari kaca mata psikologis, sifat mandiri yang berlebihan atau hyper-independence juga dapat dimiliki oleh seseorang karena adanya trauma di masa lalu. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah hasil riset yang dilakukan oleh Muller dan kawan-kawannya pada tahun 2000 dengan judul Relationship between attachment style and posttraumatic stress symptomatology among adults who report the experience of chilhood abuse, diketahui bahwa perilaku terlalu mandiri cenderung membuat seseorang hanya mempercayai dirinya sendiri. Jelasnya, mereka hanya akan mempercayai dirinya sendiri untuk segala hal yang dilakukan dalam hidupnya karena adanya trauma di masa lalu.
Selain itu, penyebab dari munculnya rasa hyper-independece ini disebabkan oleh beberapa hal, yakni karena di masa lalunya seseorang pernah diabaikan oleh orang-orang terdekatnya (bisa orang tua atau wali yang mengasuh dari kecil), pernah mengalami kekerasan sehingga menimbulkan trust issue yang membuatnya enggan untuk meminta bantuan kepada orang lain, bahkan karena merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk mendapatkan dukungan dari orang lain atau lingkungan sosialnya.
Sejalan dengan hal itu, seorang psikolog klinis Ami Marschall menerangkan, bahwa orang yang memiliki sifat hyper-indepence ditandai dengan perilaku yang terkesan memaksakan diri sendiri untuk mampu menangani segala hal yang dilakukannya bahkan disaat mengalami kondisi susah sekalipun ia akan tetap berusaha untuk mengatasinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Orang yang memiliki sifat hyper-independence ini seringkali menghindari bantuan karena merasa hanya akan merepotkan orang lain sehingga ia merasa tidak enak dan memilih melakukan segala urusannya sendiri.
Tanda-tanda lain yang umumnya dimiliki oleh seseorang yang hyper-independence antara lain;
- Terlalu memaksakan diri dan bekerja keras
Mereka yang hyper-independence secara tidak langsung akan membuat dirinya berusaha semaksimal mungkin dalam melakukan/mendapatkan sesuatu, seperti dalam pekerjaan maupun pendidikan. Hal ini dilakukan agar meminimalisir adanya kegagalan karena mereka sekaligus orang yang ambisius. Karena mandiri, mereka tidak ingin terlihat lemah atau kesulitan di hadapan orang lain sehingga mereka ingin mencapai keberhasilan dari apapun yang dilakukan.
- Berkepribadian yang tertutup dan enggan meminta bantuan
Seperti ciri yang pertama, mereka terlalu keras terhadap diri sendiri sehingga jarang atau bahkan tidak pernah mau meluangkan waktu untuk bersantai sejenak bersama orang-orang terdekat. Karena hal ini, mereka juga cenderung menutup diri dari orang lain dan enggan meminta bantuan meskipun dalam keadaan yang sulit. Selain merasa bahwa meminta bantuan hanya akan merepotkan orang lain, mereka juga lebih nyaman mengerjakan kegiatan mereka sendiri.
- Tidak suka menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain
Mereka yang berkepribadian hyper-independence cenderung tidak menyukai hubungan yang intim dengan orang lain karena dalam kesehariannya mereka sudah terbiasa melakukan apapun secara mandiri. Selain itu, sikapnya ini hanya untuk menghindari adanya pengkhianatan atau bisa dibilang orang yang mandiri secara berlebihan biasanya memiliki kepercayaan buruk terhadap hubungan dekat dengan orang lain. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemikiran ini kemungkinan besar disebabkan oleh trauma yang ada di masa lalu.
- Sering mengambil keputusan secara mandiri
Konselor profesional Joanne Frederick mengatakan, bahwa orang yang mandiri secara berlebihan cenderung mengambil keputusan tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan orang lain karena sering memiliki sudut pandang “aku” dibandingkan dengan “kita”. Memang tindakan yang dilakukannya ini sangat berani, namun tetap saja keputusan yang diambil belum tentu memberikan dampak yang baik untuk dirinya dan sekitarnya.
Jadi, apabila kamu merasakan tanda-tanda seperti yang sudah disebutkan diatas, sebaiknya mulai berhenti dan cobalah untuk membuka diri dengan orang lain agar tidak menyulitkan diri sendiri. Lakukan secara perlahan dan jangan ragu untuk meminta bantuan ahli agar apabila terdapat trauma dalam diri, kamu bisa segera mengatasinya. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan kamu akan dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih bahagia dari sebelumnya.
Penulis: Lutfina
Editor: Srinan