OKTANA.ID, Jakarta- Pengakuan dari Presiden Jokowi tentang adanya 12 pelanggaran HAM berat pada masa lalu membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM Republik Indonesia memberikan pandangan. Ada sembilan poin yang disampaikan Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro.
Pertama, Komnas HAM menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM Berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM. Kedua, komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) untuk melakukan pemulihan hak korban, dengan memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
Tak hanya itu, turunan UU tersebut ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat, dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.
Ketiga, Komnas HAM meminta adanya dukungan jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif.
Upaya yang bisa dilakukan dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, dan peningkatan kapasitas penegak hukum dan aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM.
Keempat, Komnas HAM meminta Menkopolhukam untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.
Kelima, Komnas HAM berpandangan bahwa hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan. Peristiwa tersebut yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.
Keenam, Komnas HAM meminta berbagai institusi untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM.
Institusi tersebut di antaranya TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian/Lembaga lain, serta pemerintah daerah/provinsi/kabupaten/kota.
Ketujuh, Komnas HAM membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban Pelanggaran HAM yang Berat kepada Komnas HAM.
“Sesuai mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, Komnas HAM berwenang untuk menyatakan seseorang sebagai korban Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat,” terang Atnike.
Kedelapan, Komnas HAM meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM.
Kesembilan, Komnas HAM mendukung dan mendorong tindak lanjut dari Laporan Tim PPHAM sebagaimana komitmen yang telah disampaikan oleh Presiden.
“Demi pemenuhan Hak-hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya,” pungkas Atnike.