OKTANA.ID, Jakarta- Indonesia sebagai negara diapit beberapa samudera dan dikelilingi pegunungan mempunyai tantangan bencana alam yang sewaktu-waktu datang. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam kurun waktu 2022 tercatat ada 3.545 bencana alam di Indonesia.
Total bencana alam yang tercatat BNPB tersebut didominasi oleh bencana banjir sebanyak 1.532 kejadian. Setelah itu, disusul bencana cuaca ekstrem sebanyak 1.068 kejadian. Untuk bencana tanah longsor menduduki peringkat ketiga dengan 634 kejadian.
Selain itu, bencana alam lain yang juga terjadi seperti kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sebanyak 252 kejadian. Sedangkan bencana gempa bumi juga tercatat 28 kejadian. Sedangkan bencana alam erupsi gunung api 1 kejadian, gelombang pasang dan abrasi sebanyak 26 kejadian.
Berdasar rilis resmi BNPB, dampak dari bencana alam tersebut juga mengakibatkan 861 jiwa meninggal dunia, 46 orang hilang, dan 8.727 orang luka-luka. Untuk total orang yang orang terdampak dan mengungsi sampai 6,1 juta jiwa.
Selain korban jiwa dan orang yang terdampak, BNPB juga mencatat total kerusakan rumah sebanyak 95.403 rumah warga dengan kategori ringan, sedang, dan berat. Untuk fasilitas umum (fasum), totalnya 1.983 unit. Mulai dari fasilitas pendidikan, kesehatan, dan peribadatan.
Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi, mengakui bahwa bencana yang terbanyak memang banjir dan cuaca ekstrem. Untuk menghadapi bencana alam, Prasinta menerangkan akan mengupayakan masyarakat untuk bisa hidup berdampingan dengan bencana itu sendiri atau living harmony disaster. Yakni dimaksud adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap tanda-tanda dan early warning yang dibangun.
“Yang jelas itu daerah Jawa, yang paling sering kejadian banjir. Lalu bukan hanya pada masyarakat saja tapi juga infrastruktur. Bagaimana kita membuat satu sekolah aman bencana, pasar tangguh bencana, perkantoran aman bencana, intinya kita meminimalisir jatuhnya korban,” terang Prasinta dalam rapat koordinasi bersama BMKG dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di Jogjakarta pada Desember 2022 lalu.
Jawa Jadi Provinsi Tersering Bencana Alam Selama 2022
Dari berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, ternyata tiga provinsi di Pulau Jawa menjadi daerah yang paling sering terjadi bencana alam. Berdasarkan data BNPB 1 januari – 1 November 2022, Jawa Barat tercatat 733 kejadian bencana alam. Selanjutnya disusul Jawa Tengah dengan total 423 kejadian. Untuk Jawa Timur, tercatat ada 338 kejadian bencana alam.
Prediksi Cuaca Kering dan Potensi Karhutla
Banyaknya kejadian bencana alam di Indonesia tersebut menjadi catatan penting bagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Pada akhir Desember 2022 lalu, BMKG telah membuat prediksi cuaca memasuki 2023. BMKG memprediksi curah hujan pada 2023 akan lebih rendah dibanding 3 tahun terakhir.
Hal tersebut adanya gejala melemahnya fenomena La Nina yang membuat curah hujan awal tahun depan relatif lebih kering.
“Tapi sekarang diprediksi La Nina ini menjadi netral di sekitar bulan Maret-April 2023. Menurut analisis pakar klimatologi BMKG dengan melemahnya La Nina, berarti curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2022,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan resminya, 29 Desember 2022.
Dwikorita menjelaskan turunnya intensitas curah hujan juga harus diwaspadai dengan adanya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sewaktu-waktu bisa terjadi di Indonesia.
“Kesimpulannya curah hujan secara umum relatif lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Ini berdampak mulai Mei-April (2023) itu relatif lebih kering daripada selama 3 tahun terakhir, sehingga potensi karhutla itu mulai meningkat,” ujar Dwikorita.
Sehingga, pihaknya melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memetakan titik potensi terjadinya karhutla. Dwikorita memperkirakan pada Mei 2023 mendatang mulai adanya zona cokelat yang artinya curah hujannya rendah. Dan mengakibatkan kekeringan sehingga bisa mengarah kebakaran hutan. Tak hanya itu, Dwikorita mengingatkan masyarakat untuk waspada menghadapi musim kemarau 2023 yang diprediksi seperti tahun 2019 silam.
Lebih detail, Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari menjelaskan perkiraan ini mengacu data cuaca selama tiga tahun terakhir di Indonesia. Menurutnya, Indonesia mengalami peningkatan curah hujan akibat La Nina dan hanya selama tiga tahun berturu-turut.
“Tahun depan diprediksi tidak basah, kenapa pertama dari statistik selama 70 tahun terakhir belum pernah terjadi kejadian La Nina 4 tahun berturut turut. Maksimal 3 tahun, ini sudah tahun ketiga sehingga peluang kecil terjadi La Nina tahun depan,” jelas Supari dilansir dari suara.com 13 Desember 2022.
Dampak dari fenomena ini adalah meningkatnya potensi karhutla. Supari memprediksi potensi dan luasan karhutla bisa lebih besar dibanding 2020 dang 2021. Ini karena cuaca cenderung kering dan panas.
Ia mencontohkan karhutla saat kondisi netral, La Nina dan El Nino pada 2016-2019. Saat itu tercatat karhutla di Sumatera mencapai 1.000 titik. Sementara di Kalimantan mencapai 2.300 titik.
Melihat kondisi tersebut, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono Prawiraatmaja membenarkan prediksi tentang potensi karhutla pada 2023. Ia mengamini permodelan yang dilakukan oleh BMKG atas potensi El Nino.
Oleh karena itu, Hartono melakukan antisipasi terjadinya karhutla adalah di dua provinsi, yakni Riau dan Kalimantan Barat. Menurutnya, kedua provinsi tersebut seringkali terjadi anomali cuaca. Saat wilayah lain terjadi hujan, kedua provinsi ini justru bercuaca kering.
“Anomali di dua provinsi ini sudah berulang kali terjadi, berujung kebakaran. Itulah mengapa lalu Presiden memerintahkan kepada kita, pemerintah provinsi dan masyarakat untuk menambah restorasi lahan gambut hingga 2024 seluas 1 juta hektar,” pungkasnya.